Jakarta (ANTARA) - Polri mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat yang menolak pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja untuk memanfaatkan jalur hukum berupa pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi, untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Imbauan kami agar penolakan Omnibus Law dibawa ke MK," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Apalagi sejauh ini diketahui sebanyak 27 pelaku unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di wilayah hukum DKI Jakarta dinyatakan reaktif ketika dites cepat. Sejumlah pendemo pun terpantau tidak mengenakan masker saat berupaya menyampaikan aspirasi.
Baca juga: Dua aktivis buruh reaktif COVID-19
Terkait aksi unjuk rasa, Argo Yuwono memastikan jajaran kepolisian akan melakukan pengamanan semaksimal mungkin agar massa tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak benar atau hoaks.
"Diharapkan warga yang demonstrasi agar tetap memperhatikan aturan hukum yang berlaku," ucap Argo Yuwono.
Ada pun gelombang unjuk rasa terjadi di berbagai kota di Indonesia untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja karena dinilai merugikan buruh.
Baca juga: Amankan pendemo, polisi temukan 12 remaja terindikasi reaktif COVID-19
Namun unjuk rasa berakhir dengan tindakan anarkis, pembakaran fasilitas umum dan perusakan mobil polisi, seperti yang terjadi di Surabaya dan DKI Jakarta.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Idham Azis telah menerbitkan Surat Telegram berisi arahan kepada jajaran untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa dan mogok kerja oleh buruh pada 6-8 Oktober 2020 karena kegiatan yang menimbulkan keramaian massa sangat berpotensi menimbulkan klaster baru penyebaran COVID-19.
Baca juga: Polisi: aksi tolak UU Cipta Kerja berisiko jadi klaster COVID-19
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020