"Jika tidak ingin Indonesia mengalami hal yang sama atau mungkin lebih parah seperti pada tahun 1998, seharusnya pemerintah dan DPR dalam mengusut kasus Bank Century ini tetap menjalankan tugas-tugasnya," kata Aviliani dalam diskusi `Carut Marut Pascapansus` di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/3).
Menurut dia, saat ini kedua pihak terkesan sibuk dengan kasus tersebut, dan mengabaikan tugas-tugasnya untuk memperbaiki dan menjaga stabilitas ekonomi saat ini.
Indonesia memang lepas dari krisis global yang baru terjadi, namun hadangan ekonomi ke depan dan kondisi ekonomi global saat ini bisa membawa bangsa ini ke jurang kehancuran yang lebih parah daripada krisis 1998, katanya.
Kasus ini menurut dia telah mengakibatkan pemerintah maupun DPR tidak lagi fokus akan beban dan tantangan ke depan yang seharusnya dipersiapkan dengan baik.
Saat ini, ujar Aviliani, tantangan ekonomi terberat yang harus dihadapi Indonesia adalah `buble economy` yang bisa pecah kapan saja karena uang yang masuk ke Indonesia sifatnya hanya `short term` dan sama sekali tidak diinvestasikan dalam saham `go public` perusahaan, `right issue` dan sebagainya.
Yang terjadi, katanya, hanyalah kapitalisasi uang atau uang dijadikan uang. Sementara dana yang masuk ke obligasi pemerintah sifatnya hanya untuk menutupi anggaran.
"Jika instrumen-instrumen seperti JPSK dan OJK tidak disiapkan dari sekarang, maka bukan tidak mungkin jika krisis terjadi hasilnya akan jauh lebih parah dibandingkan tahun 1998," katanya.
Negara lain yang terkena krisis bisa membaik dan bertahan ekonominya karena telah melakukan persiapan, sementara `kita` yang tidak terkena krisis bisa jadi hancur. (J004/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010