Jakarta (ANTARA News) - Buku berjudul "Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana, Penegakkan Hukum dan Penyimpangan Praktik & Peradilan Sesat" karangan dosen hukum pidana Universitas Brawijaya (Unibraw), Adami Chazawi, diluncurkan, di Jakarta, Rabu.

Adami Chazawi menyatakan buku tersebut menyoroti bahwa PK merupakan penebusan dosa yang telah dibuat kepada warganya, maka diberikan kepada warga negara yang menjadi terdakwa untuk mengajukan PK.

"PK merupakan sebuah upaya hukum luar biasa untuk memperbaiki kedzaliman negara dengan menghukum warganya yang tidak bersalah," katanya.

Namun, kata dia, dalam perjalanannya terjadi kekeliruan dalam penggunaan PK yang dimulai semasa era orde baru, yakni, jaksa mencoba-coba mengajukan PK dalam kasus Muchtar Pakpahan, padahal pada PK sebelumnya Muchtar Pakpahan dinyatakan bebas.

Saat ini, ia menjelaskan pengajuan PK semakin banyak kekeliruannya dengan terus menerima dan mengabulkan PK yang diajukan oleh jaksa dengan melawan putusan bebas.

"Akibatnya seorang warga yang telah mengantongi putusan bebas, harus khawatir jika jaksa mengajukan PK kembali," katanya.

Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chaerul Huda, menilai, praktik pengajuan PK oleh selain terpidana dan ahli warisnya, memandang bahwa KUHAP itu tidak dari perspektif hukum. "Melainkan, dari perspektif politik," katanya.
(T.R021/R009)

Oleh
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010