Canberra (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menorehkan sejarah besar sebagai pemimpin Indonesia yang pertama kali berpidato di hadapan parlemen Australia di gedung parlemen negara itu di Canberra, Rabu.
Kesempatan para pemimpin negara sahabat berpidato di hadapan parlemen Australia adalah kesempatan yang sangat jarang diberikan, karena selama 109 tahun usia parlemen hanya 5 pemimpin negara yang telah berpidato di sana termasuk Presiden Yudhoyono.
Sidang forum gabungan parlemen itu dipimpin oleh Harry Jenkins, Speaker of the House of Representatives atau Ketua DPR-nya Australia, dan didahului dengan pidato singkat oleh PM Australia Kevin Rudd dan ketua partai oposisi Tony Abbot dari Partai Liberal.
PM Rudd menjelaskan bahwa kesempatan yang sangat langka ini diberikan kepada Presiden Yudhoyono karena jasanya dalam mempererat hubungan kerjasama Indonesia - Australia dan terhadap perannya yang sangat besar dalam memajukan demokrasi dan perekonomian Indonesia sert perannya dalam kerjasama internasional.
"Selama ini hanya lima pemimpin negara dalam 109 tahun yang berpidato disini. Presiden Yudhoyono juga presiden Indonesia pertama yang melakukannya. Ini merupakan simbolisasi hubungan kedua negara sebagai tetangga, teman dan bagian dari kegiatan demokrasi dunia," kata PM Rudd.
Sementara Tony Abbot mengatakan kehadiran Presiden Yudhoyono di parlemen ini merupakan suatu hal yang sangat menggembirakan karena merupakan apresiasi atas sejumlah kerjasama yang telah dilakukan kedua negara di berbagai bidang seperti kasus Bom Bali, pembangunan Aceh dan kasus penyelundupan manusia.
"Kerjasama multilateral memang penting, tetapi pertemanan antara Indonesia dan Australia tentunya juga suatu yang penting," katanya.
Dalam pidatonya sekitar 35 menit yang dibacakan dalam Bahasa Inggris, Presiden menyampaikan rasa terimakasih mendalam atas kesempatan yang sangat langka diberikan kepadanya.
"Saya tahu bahwa undangan kepada pemimpin negara asing untuk berpidato dalam forum ini sangat jarang, dan undangan yang sangat khusus. Jadi saya sangat terharu karena kehormatan dari peristiwa bersejarah ini," katanya.
Presiden mengatakan kedatangannya ke Australia membawa pesan baik dan persahabatan dari rakyat Indonesia, dan hal itu merupakan amanah yang penting yang harus disampaikannya dalam gedung parlemen ini.
"Pesannya sangat jelas dan sederhana bahwa Australia dan Indonesia punya masa depan bersama yang besar. Kita bukan hanya teman, kita bukan hanya tetangga, kita adalah partner strategis. Kita bersama adalah pemangku kepentingan di masa depan dengan keuntungan yang akan banyak didapat dengan hubungan ini, dan akan banyak kehilangan jika kita salah melakukannya," katanya.
Presiden juga menyampaikan sejumlah tantangan hubungan Indonesia dan Australia yaitu terutama mengenai persepsi masyarakat kedua negara yang sering menyimpang dari apa yang terjadi sebenarnya.
"Saya terkejut ketika mengetahui bahwa dalam survei Lowy Institute baru-baru ini, 54 persen responden Australia meragukan bahwa Indonesia akan bertindak secara bertanggung jawab dalam hubungan internasional," katanya.
Bahkan di jaman televisi kabel dan internet, lanjut Presiden masih ada warga Australia yang masih melihat Indonesia sebagai sebuah negara otoriter, atau diktator militer, atau sebagai sarang ekstremis Islam, atau bahkan sebagai kekuatan ekspansionis.
Di sisi lain, di Indonesia, ada orang-orang yang tetap menderita Australiaphobia, orang-orang yang percaya bahwa gagasan "Australia Putih" masih tetap ada, bahwa Australia punya niat buruk terhadap Indonesia, dan entah simpatik atau mendukung elemen-elemen separatis di negara kita .
"Saya ingin semua warga Australia tahu bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang indah, tapi kita jauh lebih daripada pantai bermain dengan pohon-pohon kelapa.
Indonesia merupakan terbesar ketiga di dunia demokrasi, dan negara terbesar di Asia Tenggara. Kami bersemangat tentang kemerdekaan, moderasi, kebebasan beragama dan toleransi. Dan jauh dari bersikap kasar, kami ingin menciptakan lingkungan strategis yang ditandai oleh `berjuta teman dan nol musuh`," katanya.
Untuk itu, Presiden menyambut baik program studi bahasa Asia yang diprakarsai oleh Pemerintah Australia dan berharap program ini tidak hanya membuat Australia yang paling melek Asia-negara tetapi juga yang paling melek Indonesia.
"Melalui misi di Australia, Indonesia adalah mendukung program ini dengan menyediakan asisten pengajar bahasa Indonesia di beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah di Australia. Kami menawarkan kursus bahasa gratis dan mendirikan Pusat Bahasa Bahasa Indonesia di Perth dan Canberra. Kami akan melakukan lebih dari ini di masa depan," katanya.
(T.D012/D026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010