Jakarta, 10/3 (ANTARA) - "Kabupaten Kampar sebetulnya memiliki potensi untuk menggantikan Vietnam menjadi pemasok ikan Patin dunia", demikian disampaikan oleh Dr. Ir. Made L. Nurdjana, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat menjelaskan kepada masyarakat, Bupati Kampar dan anggota DPR-RI Komisi IV yang sedang menjalani Kunjungan Kerja ke Provinsi Riau (9/3). Para wakil rakyat tersebut sedang meninjau lokasi keramba budidaya ikan patin di sepanjang Sungai Kampar, terutama di Desa Ranah, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Menurut Drs. H. Burhanuddin Husin, Bupati Kampar, di daerahnya saat ini menghasilkan patin 63 Ton per hari. Termasuk paling tinggi diikuti oleh ikan nila, ikan mas dan ikan lele. Pemerintah Kabupaten Kampar memang menempatkan perikanan sebagai prioritas pembangunan. Berikutnya adalah ternak, kelapa sawit, rehabilitasi lahan, dan perkebunan. Target yang ingin dicapai adalah membangun 82.000 unit keramba dan 6.111,3 ha kolam. Namun sekarang masih tercapai 7.150 unit keramba (8,72%) dan 700,03 ha kolam (11,46%).
Wan Abubakar (F-PP) sebagai Ketua Tim Anggota DPR-RI Komisi IV yang sedang ke Riau tersebut bersama tujuh anggota lainnya sepakat akan mendukung tekad Bupati Kampar tersebut. "Karena kabupaten ini memiliki potensi yang besar," ujarnya. Tamsil Linrung ( F-PKS) menimpali bahwa hendaknya Bupati mampu mendorong partisipasi swasta.
Menurut Made L. Nurdjana, saat ini memang Vietnam menguasai pasar patin di dunia. 25% pasar patin di Eropa berasal dari Vietnam. Padahal ikan yang dikonsumsi masyarakat Eropa 25% adalah catfish atau patin. Memang Vietnam memiliki beberapa kelebihan, di antaranya produk yang dihasilkan telah diolah sehingga siap saji, sesuai dengan selera masyarakat negara maju yang menyukai produk kuliner praktis. Industri patin di Vietnam dilakukan oleh pengusaha dengan modal berbunga rendah dan upah tenaga kerja yang murah pula. Etos kerjanya terkenal sangat produktif.
Tetapi Vietnam memiliki kelemahan. Patin di sana merupakan hasil budidaya di sungai Mekong, yang telah melintasi negeri Cina, Thailand dan Vietnam sendiri. Maka potensi pencemaran air sungai tentu lebih besar. Padahal konsumen Eropa semakin ketat terhadap keamanan produk bahan makanannya. Ikan yang berasal dari air tercemar akan rentan terhadap kontaminasi logam berat dan bakteri. Padahal sistem pengujian mutu di Eropa saat ini menggunakan Traceability atau penelusuran asal-usul ikan.
Patin dari Kampar, tampaknya berada pada sungai yang jauh lebih bersih. Hanya saja memerlukan pasokan pakan budidaya yang murah. Untuk itu, Made L. Nurdjana menjanjikan Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membangun pabrik pakan ikan di Kampar. Dianjurkan pula agar Kampar yang kaya kelapa sawit memanfaatkan maggot, sejenis serangga bunga dari bungkil kelapa sawit untuk pakan patin.
Bupati Kampar juga akan mengupayakan terwujudnya perusahaan pembekuan fillet patin. Hasil gabungan antara Pemerintah Kabupaten Kampar 38%, Pemerintah Provinsi 24% dan swasta 38%. Hanya disarankan oleh Fadel Muhammad, Menteri Kelautan dan Perikanan, agar membangunnya dibuat secara bertahap sehingga modal awal yang diperlukan dapat difasilitasi oleh perbankan atau sumber keuangan lainnya.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed., Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.08161933911)
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010