"Saat ini di Indonesia lebih dari 50 persen kawasan mangrove yang ada berada dalam kondisi rusak. Sebagian dari kawasan yang rusak tersebut berupa tapak-tapak khusus yang tidak bisa secara langsung ditanami mangrove. Dengan inovasi teknologi 'guludan' ini tapak khusus tersebut dapat ditanami mangrove," katanya dalam wawancara dengan ANTARA di Bogor, Selasa.
Teknologi tersebut, kata dia, sejak tahun 2005 telah diujicobakan untuk merehabilitasi jalur hijau dengan tanaman bakau di sepanjang jalan tol Sedyatmo, Jakarta Utara, yang merupakan program dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Provinsi DKI-Jakarta.
Jalur hijau tersebut membentang sepanjang lima kilometer dengan lebar 200 meter mulai dari pintu tol Muara Angke sampai dengan jalan layang (fly over) Cengkareng.
Teknik "guludan", kata dia, cara kerjanya yakni di antara tapak-tapak khusus dimaksud adalah lahan yang terendam air yang dalam --kedalaman air antara satu meter hingga dua meter-- yang sebagian besar ditemukan sebagai hamparan lahan tambak yang terlantar ditinggal penggarapnya.
"Guludan", kata dia, adalah salah satu inovasi teknologi tepat guna untuk menanam mangrove pada lahan yang tergenang air yang dalam, dengan cara membuat "guludan" cerucuk bambu dengan ukuran tertentu, dalam hal ini berukuran 4 meter (lebar) x 6 meter (panjang) x 2 meter (dalam).
Menurut Cecep Kusman, penanaman mangrove dengan teknik "guludan" sebagai suatu alternatif solusi rehabilitasi mangrove pada tapak-tapak yang khusus diarahkan untuk penanaman pada lahan yang tergenang air yang cukup dalam (1-2 meter).
Dalam kegiatan itu, katanya, lokasi pembuatan "guludan" ditetapkan di tambak dengan kedalaman lebih kurang 2 meter di "arboretum" mangrove Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Lokasinya berada di kawasan hutan yang berjarak lebih kurang 100 meter dari jalan tol Sedyatmo dan berjarak lebih kurang 10 meter dari salah satu ruas jalan raya perumahan Pantai Indak Kapuk (PIK), Jakarta Utara.
Tumbuh baik
Sementara itu, berdasarkan pemantauan di lapangan, pada petak-petak teknik "guludan" yang menjadi ujicoba Fahutan IPB di antara tol Sedyatmo dan perumakan PIK, mangrove yang telah ditanam sejak tahun 2005 tumbuh dengan baik, dan sudah tumbuh dengan ketinggian lebih dari satu meter.
"Memang ada yang mencoba memakai teknik 'guludan' ini di petak-petak lain, namun karena tidak dilakukan dengan bimbingan yang benar dari yang berkompeten, hasilnya sebagian besar gagal dan tanaman mangrovenya malah mati," kata Dr Ir Istomo, salah satu peneliti Fahutan IPB yang bersama Cecep Kusmana dan Tarma Purwanegara telah membukukan teknik dimaksud.
Tiga peneliti Fahutan IPB itu membukukan hasil penelitian mereka dengan judul "Teknik Guludan Air Tenang (TGAT) Untuk Penanaman Mangrove Di Lahan Terendam Air Dalam Berarus Tenang: Manual Teknologi Tepat Guna", yang disponsori Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2008, dan menjadi hasil penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB.
Menurut Istomo, hasil penelitian tentang "guludan" itu, memang sejauh ini belum dipatenkan, apalagi ketua tim Prof Cecep Kusmana lebih memposisikan sebagai "amal jariah" sebagai sumbangsih mereka bagi masyarakat luas.
"Sampai hari ini, memang teknik 'guludan' ini belum dipatenkan, tapi sudah banyak yang menggunakan teknik ini, meski hasilnya memang tidak sebagus yang telah kita ujicobakan," katanya.
Baik Cecep Kusmana maupun Istomo menyatakan bahwa secara prinsip, pihaknya siap membantu jika pemerintah daerah (Pemda) di berbagai daerah Indonesia yang mempunyai kawasan mangrove yang kriti membutuhkan bantuan.
"Karena lebih dari separuh mangrove di Indonesia rusak dan kritis, perlu upaya penyelamatan yang serius," demikian Cecep Kusmana. (A035/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010