Jakarta (ANTARA News) - Pengamat sosial dan praktisi pers Sujarwo mengatakan, bangsa Indonesia memerlukan revolusi kebudayaan, agar terjadi perubahan paradigma yang mendasar dalam menghadapi kompleksitas persoalan.
Sujarwo mengemukakan hal tersebut di Jakarta, Selasa, sambil mengatakan,dalam menghadapi era liberalisasi saat ini khususnya perdagangan bebas ASEAN dan China (ACFTA), bangsa Indonesia dituntut memiliki tingkat kompetensi yang tinggi.
Menurut ia, dalam era orde lama, di bawah kepemimpinan Soekarno, Indonesia pernah menjadi negara yang sangat disegani oleh negara lain.
"Hal itu karena rakyat Indonesia memiliki rasa kasatuan dan persatuan yang kokoh yang antara lain dilandasi semangat marhaenisme," katanya.
Sementara, pada era orde baru di bawah kepemimpinan HM Soeharto, Indonesia juga menjadi negara yang diperhitungkan di dunia, karena antara lain rakyat mendapat doktrin P4 (penataran, penghayatan dan pengamalan Pancasila) yang ditanamkan rezim Orba.
Namun sampai kini yang terlihat justru pergeserean nilai-nilai ke arah individualistik, yang tercermin dalam adanya perbedaan pendapat, seperti dalam contoh kasus Bank Century.
Oleh karena itu, Sujarwo memandang perlu adanya rekontruksi sosial, dengan menggagas buku "The God's initial Montirisme" bertekad akan berpartisipasi dalam proses politik dan pemilu 2014.
"Sesuai cita-cita sepeti yang saya ditulis dalam buku ini bahwa saya akan berpartisipasi dalam Pemilu 2014 mendatang, dengan tekad menyelesaikan persoalan bangsa, tanpa melahirkan persoalan baru," katanya.
Buku setebal 85 halaman itu, memiliki filosofi "montirisme" yaitu menyelesaikan permasalahan tanpa menimbulkan persoalan baru.
Dalam bukunya itu, Sujarwo terobsesi agar bangsa Indonesia memiliki rekayasa sosial dalam cara pandangnya, serta cara bersikap guna menghadapi berbagai persoalan, khususnya pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN dan China (ACFTA), sehingga cara berpikir bangsa Indonesia bisa lebih efektif dan efisien.(Ant/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010