Mataram (ANTARA) - Terdakwa korupsi pemotongan dana bantuan sosial program keluarga harapan (PKH) Tahun Anggaran 2017-2018, di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, divonis empat tahun penjara.
Vonis hukuman bagi terdakwa Soni Kardariadi yang bertugas sebagai pendamping dalam penyaluran dana PKH untuk Desa Dete dan Lape, Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa, itu disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu sore.
Ketu Majelis Hakim Irlina dengan didampingi anggotanya, Abadi dan Agung Prasetyo, dalam putusan menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan subsidair.
"Menyatakan terdakwa (Soni Kardariadi) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Irlina.
Baca juga: Mantan Dirut BUMD Lombok Barat divonis lima tahun penjara
Baca juga: Kejati NTB masih pelajari putusan perkara korupsi LCC
Selain pidana penjara, terdakwa juga dikenakan pidana denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Terdakwa juga dibebankan untuk membayar ganti rugi dana PKH yang telah diselewengkan-nya.
"Membayar uang ganti rugi senilai Rp637 juta. Apabila tidak dapat dibayarkan, rumah beserta hartanya yang lain, disita untuk menutupi kerugian negara. Apabila tidak bisa dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun," ujarnya.
Dalam uraian putusan-nya, disebutkan jumlah penerima PKH di Desa Dete 222 kepala keluarga, sedangkan di Desa Lape sebanyak 184 kepala keluarga. Masing kepala keluarga menerima Rp1,89 juta. Dana PKH ditransfer langsung ke rekening penerima.
Namun dana tersebut tidak diberikan utuh ke penerima. Melainkan terdakwa Soni melakukan pemotongan dengan jumlah bervariasi yang kisaran-nya mulai dari Rp800 ribu.
Dengan periode pemotongan 2017-2018, terdakwa Soni mengambil uang yang bukan menjadi haknya. Sehingga berdasarkan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB, muncul kerugian negara yang nilainya mencapai Rp637 juta.
Vonis yang dijatuhkan terhadap Soni lebih ringan dibandingkan tuntutannya. Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa juga turut membebankan terdakwa untuk membayar kerugian negara yang muncul berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan NTB dengan nilai Rp637 juta subsider tiga tahun kurungan.
Namun dalam putusan-nya, salah seorang hakim anggota Abadi mengeluarkan pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurutnya, unsur pada dakwaan primer dan dakwaan subsider JPU tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Baca juga: Hakim banding tambah hukuman terdakwa penerima fee proyek wisata
Baca juga: Mantan pejabat kecamatan di NTB terbukti pungli pencairan dana desa
Dalam pertimbangannya, Abadi mengatakan unsur merugikan negara tidak terpenuhi. Karena, terdakwa melakukan pemotongan dana PKH setelah dana masuk ke rekening bank penerima.
"Jadi uang itu bukan lagu disebut sebagai uang negara. Karena uang itu sudah menjadi hak penerima. Pemotongan terjadi setelah dana masuk ke rekening penerima," kata Abadi.
Terkait dengan putusan ini, terdakwa Soni belum menyatakan sikap. Dalam periode tujuh hari ke depan setelah putusan-nya dibacakan, terdakwa akan menentukan sikap.
Begitu juga yang disampaikan jaksa Reza Safetsila. Pihaknya dikatakan masih akan melaporkan hasil persidangan ini kepada Kajari Mataram.
"Jadi kami masih pikir-pikir dulu. Kami masih harus laporan ke pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya," ucap Reza.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020