Jakarta, 9/3 (ANTARA) - Komoditas udang tetap dipandang sebagai komoditas strategis yang harus terus dikembangkan, karena permintaan ekspor yang cukup besar, termasuk meningkatnya permintaan dalam negeri. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi udang meningkat sebesar 74,75 % pada periode 2010-2014, yaitu dari yang semula sebanyak 400.000 ton menjadi 699.000 ton.Demikian disampaikan 'Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Dr. Made L.Nurdjana' pada saat membuka acara "Shrimp Aquaculture Dialogue" di Jakarta (9/3).

Lebih lanjut Made menyebutkan bahwa peningkatan produksi udang akan diarahkan pada dua jenis, yaitu udang vaname ("Penaeus vaname") dan udang windu ("Penaeus monodon"). Dalam meningkatkan produksi udang vaname, KKP akan menerapkan strategi berupa teknologi semi intensif sampai dengan super intensif dengan produktivitas antara 4-20 ton/ha/musim tanam. Sedangkan budidaya udang windu akan dikembangkan dengan teknologi sederhana dan organik melalui sistem polikultur dengan bandeng dan rumput laut gracilaria.

Dalam rangka mendukung pengembangan budidaya udang tersebut, maka harus didukung dengan penyediaan benur berkualitas melalui pengembangan "Broodstock Center"(BC). Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, KKP telah membangun BC Udang di Situbondo (Jawa Timur) dan Karangasem (Bali) untuk memenuhi penyediaan induk unggul udang vaname.

Meningkatnya persaingan diantara negara-negara penghasil udang di pasaran dunia, menuntut Indonesia untuk semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi udang. KKP berkomitmen bahwa peningkatan produksi udang tidak akan dilakukan kebijakan ekstensifikasi (perluasan areal), tetapi cukup melalui
intensifikasi untuk meningkatkan produktivitasnya. Hal dilakukan untuk menghindari kerusakan lingkungan (dalam hal ini hutan mangrove) akibat usaha pertambakan.

Sebagai ilustrasi, KKP pada periode 2010-2014 mendorong perikanan budidaya dapat meningkatkan produksi sebesar 353 %, yaitu dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton. Untuk mencapai peningkatan produksi yang besar tersebut, komoditas perikanan budidaya yang akan didorong dan dipacu pengembangannya terutama adalah rumput laut, lele, patin, bandeng dan kerapu. Komoditas tersebut sangat berpeluang untuk ditingkatkan produksinya dan menjadi nomor satu di dunia, mengingat potensi lahan yang tersedia sangat besar, teknologi budidaya mudah dan sudah dikuasai masyarakat, serta permintaan pasar cukup besar.

Secara keseluruhan, saat ini Indonesia memiliki tambak seluas 450.000 ha, dimana luasan tersebut diusahakan untuk budidaya bandeng, udang dan polikultur rumput laut, udang dan bandeng. Dari luasan tersebut, sekitar 60% atau 270.000 ha dimanfaatkan untuk budidaya udang, yang terdiri dari teknologi intensif seluas - 27.000 ha, semi-intensif seluas - 40.500 ha dan sisanya dengan teknologi tradisional.

Dalam rangka memenuhi persyaratan konsumen dunia terhadap sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, termasuk dalam upaya pengendalian dampak lingkungan yang diakibatkan oleh usaha budidaya udang di tambak, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) menerapkan beberapa kebijakan.
"Pertama", sertifikasi CBIB (Cara Budidaya Ikan Yang Baik) bagi unit usaha budidaya ikan. "Kedua", sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB)bagi unit pembenihan. "Ketiga", pendaftaran pakan ikan. "Keempat",pendaftaran obat ikan, bahan kimia dan bahan biologi. "Kelima", monitoring residu.

Dalam upaya mewujudkan budidaya udang yang berbasis lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan WWF selaku inisiator menyelenggarakan *Shrimp Aquaculture Dialogue* (ShAD) di Hotel Gran Melia Jakarta pada tanggal 9 - 10 Maret 2010. Kegiatan ini melibatkan seluruh stakeholder perikanan meliputi perwakilan produsen, pengolahan, pemasaran,pembeli,baik dari kalangan pemerintah maupun non pemerintah, seperti NGO,masyarakat, asosiasi, akademisi yang berasal dari Indonesia maupun dari berbagai negara seperti USA, Thailand, India, UK, India, Vietnam, Bangladesh, Kanada,China, dan lain-lain.

Kegiatan ini merupakan pertemuan pertama dalam rangkaian konsultasi publik ShAD untuk menyampaikan rancangan standar lingkungan dan sosial kepada masyarakat yang lebih luas sehingga didapatkan masukan dalam rangka penyempurnaan rancangan tersebut. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan suatu standar yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam mengukur dampak negatif budidaya udang terhadap lingkungan dan sosial.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed., Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.08161933911)


Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010