Kita harus mengingatkan agar perang antara Armenia dan Azerbaijan tidak menjadi perang regional
Baku/Yerevan (ANTARA) - Presiden Iran Hassan Rouhani memperingatkan bahwa konflik antara prajurit Azerbaijan dan pasukan etnis Armenia di Kaukasus Selatan dapat memicu perang regional saat jumlah korban tewas semakin meningkat pada hari ke-11 pertempuran.
"Kita harus mengingatkan agar perang antara Armenia dan Azerbaijan tidak menjadi perang regional," kata Presiden Rouhani dalam sambutan yang disiarkan televisi, Rabu.
"Perdamaian adalah dasar dari upaya kami dan kami berharap dapat memulihkan stabilitas kawasan dengan cara damai," ia menambahkan.
Rouhani mengatakan Iran tidak akan mengizinkan "negara-negara mengirim teroris ke perbatasan kami dengan berbagai dalih".
Baca juga: Armenia: Turki berupaya lanjutkan genosida di Nagorno-Karabakh
Baca juga: Sekjen PBB sangat prihatin atas konflik Nagorno-Karabakh
Lebih dari 300 orang telah tewas dalam pertempuran baru di dalam dan sekitar daerah kantong pegunungan Nagorno-Karabakh, yang menurut hukum internasional adalah milik Azerbaijan tetapi dihuni dan diatur oleh etnis Armenia.
Azerbaijan mengatakan kota-kota Azeri di luar zona konflik juga telah diserang dalam pertempuran paling mematikan dalam lebih dari 25 tahun, membawa pertempuran itu lebih dekat ke wilayah di mana jaringan pipa membawa gas dan minyak Azeri ke Eropa.
Iran, yang berbatasan dengan Armenia dan Azerbaijan, telah berbicara dengan kedua bekas republik Soviet karena kekhawatiran meningkat bahwa Turki, sekutu dekat Azerbaijan, dan Rusia, yang memiliki pakta pertahanan dengan Armenia, dapat terseret ke dalam konflik.
Dalam seruan baru untuk gencatan senjata, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam sebuah wawancara televisi bahwa peristiwa itu adalah tragedi dan Moskow sangat prihatin.
Kepala Badan Intelijen Luar Negeri SVR Rusia Sergei Naryshkin mengatakan pada Selasa (6/10) bahwa konflik tersebut menarik orang-orang yang dia gambarkan sebagai tentara bayaran dan teroris dari Timur Tengah.
Naryshkin mengatakan Nagorno-Karabakh bisa menjadi basis bagi militan Islam untuk memasuki Rusia dan negara bagian lain di wilayah tersebut.
Turki membantah terlibat dalam konflik dan telah menepis tuduhan yang pertama dilontarkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan kemudian digaungkan oleh Presiden Suriah Bashar al-Assad, bahwa Turki telah mengirim jihadis Suriah untuk berperang dalam konflik tersebut.
Serangan teroris
Namun, mengulangi tuduhan itu dalam komentarnya kepada Sky News, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan bahwa tindakan Turki dan Azerbaijan selama konflik tersebut sama dengan "serangan teroris".
"Bagi saya, tidak ada keraguan bahwa ini adalah kebijakan melanjutkan genosida Armenia dan kebijakan mengembalikan kekaisaran Turki," kata Pashinyan, Rabu.
Sekitar 1,5 juta warga Armenia terbunuh di bawah pemerintahan Ottoman antara tahun 1915 dan 1923.
Turki mengakui bahwa banyak warga Armenia yang tinggal di kekaisaran tewas dalam bentrokan dengan pasukan Ottoman selama Perang Dunia I, tetapi membantah angka tersebut dan menyangkal bahwa pembunuhan itu diatur secara sistematis dan merupakan genosida.
Nagorno-Karabakh mengatakan 40 lebih prajuritnya telah tewas dalam bentrokan terbaru, menjadikan korban tewas militer secara keseluruhan menjadi 280 sejak 27 September.
Disebutkan 19 warga sipil juga tewas dan banyak yang terluka dalam pertempuran yang melibatkan pesawat tempur, pesawat tanpa awak, artileri, dan tank. Pertempuran itu telah menyebabkan kerusakan yang meluas.
Kantor kejaksaan Azeri mengatakan 28 warga sipil Azeri telah tewas dalam pertempuran baru itu. Azerbaijan belum mengungkapkan informasi tentang korban dari militer.
Upaya mediasi yang dipimpin oleh Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat telah gagal mencegah gejolak pertempuran di Nagorno-Karabakh, yang memisahkan diri dari kendali Baku dalam perang tahun 1991-1994 dan menewaskan sekitar 30.000 orang.
Putin mengatakan dia terus berhubungan dengan Pashinyan, dan kantor berita Rusia TASS mengatakan Presiden Azeri Ilham Aliyev juga telah berbicara melalui telepon dengan Putin.
Sumber: Reuters
Baca juga: Assad: Erdogan 'penghasut utama' konflik di Nagorno-Karabakh
Baca juga: Armenia, Azerbaijan saling tuding serang kawasan sipil
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020