Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak eksepsi Direktur Media Arrahmah Network yang dituduh sebagai anggota jaringan terorisme, Muhammad Jibriel Abdul Rahman, terkait pembelaan terdakwa yang menyatakan dakwaan jaksa hanya berdasarkan asumsi.
Hal tersebut terungkap dalam persidangan lanjutan terdakwa Muhammad Jibriel dengan agenda tanggapan dari JPU atas pembelaan terdakwa, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.
"Terdakwa memenuhi unsur Pasal 13 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, untuk surat elektronik (email) dan Pasal 266 ayat (2) KUHP," kata JPU, Firmansyah.
Jibriel didakwa memberikan bantuan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dan memalsukan paspor. Untuk dakwaan pertama, dirinya diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan dakwaan kedua dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Pemberian bantuan itu terhadap pelaku tindak terorisme Noordin M Top, terkait ledakan bom di Hotel JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton di Mega Kuningan Jakarta pada 17 Juli 2009.
JPU menambahkan tindakan terorisme itu merupakan kejahatan lintas negara."Hingga unsur pemalsuan paspor itu, sudah terpenuhi," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum, Ahmad Michdan, menyatakan dakwaan terhadap kliennya terlalu berlebihan karena hanya berdasarkan indikator keterangan email saja.
"Dakwaan jaksa terhadap klien saya terlalu berlebihan, karena hanya menggunakan indikator keterangan email saja," katanya.
Sebelumnya, Muhammad Jibriel menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) hanya berdasarkan asumsi dan kesimpulan dari penyidik saja.
"JPU tidak berdasarkan fakta yang menunjukkan keterlibatan saya secara sengaja (membantu tindak pidana terorisme)," katanya saat pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.
Jibriel menyatakan tidak adanya penjelasan yang terinci mengenai bentuk bantuan atau kemudahan terhadap pelaku terorisme, mengindikasikan bahwa penyidangan perkara sangat tidak mengandung pertimbangan-pertimbangan hukum.
Ia juga mempertanyakan dakwaan, yakni "telah dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme yaitu menyembunyikan informasi tindak pidana terorisme".
"Namun dari surat dakwaan tersebut, tidak disebutkan bantuan atau kemudahan yang bagaimana sehingga saya dapat dikatakan menyembunyikan informasi," katanya.
Dia mempertanyakan "Apabila seseorang mengenal orang lainnya , maka apakah itu berarti seseorang itu pasti mengetahui segala urusan dan rencana orang lain tersebut?,".
"Apakah kita mengenal seseorang yang ternyata kemudian orang tersebut, mempunyai rencana bahkan kemudian melakukan tindak pidana, apakah itu berarti kita dapat disebut sebagai orang yang mengetahui rencana tersebut sebelumnya," katanya. (R021/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010