Jakarta (ANTARA News) - Detasemen Khusus 88 dan polisi dari Markas Besar Kepolisian RI, Selasa siang, menggerebek satu ruko di Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten dan terjadi kontak senjata yang menurut sejumlah sumber dan tayangan televisi menewaskan seseorang yang disangka teroris paling dicari, dan beberapa orang termasuk seorang wanita ditangkap polisi.
Pihak berwenang dari Mabes Polri sudah menyampaikan informasi awal bahwa tiga orang tewas dan lainnya ditangkap. Sejumlah kalangan dan televisi nasional, mewartakan bahwa salah seorang yang tewas itu adalah seorang tersangka teroris paling diburu banyak negara termasuk AS dan Indonesia, Dulmatin.
Siapakah Dulmatin?
Dulmatin yang bernama asli Joko Pitono, memiliki banyak nama alias, yaitu Amar Usmanan, Joko Pitoyo, Abdul Matin, Pitono, Muktarmar, Djoko, dan Noval.
Dia lahir di Desa Petarukan, Kecamatan Petarukan, Pemalang pada 6 Juni 1970.
BBC menyebut Dulmatin dengan julukan "si jenius". Dia dikenal luas sebagai anggota senior dari kelompok militan Jamaah Islamiyah (JI), dan menjadi buron baik pemerintah Indonesia, maupun pemerintah Amerika Serikat.
AS bahkan menawarkan sepuluh juta dolar AS untuk siapapun yang mengetahui keberadaan Dulmatin. Itu mengindikasikan betapa berpengaruhnya gembong teroris yang juga dicari pemerintah Filipina itu.
Washington juga menawarkan jumlah sama kepada Thailand pada 2003 karena membantu menangkap Hambali, yang dijuluki "Osama Bin Laden" Asia Tenggara oleh Dinas Intelijen AS (CIA).
Menurut pemerintah AS, pria peranakan Jawa-Arab bertinggi 172 cm, berat 70 kg, dan warna kulit coklat ini adalah ahli elektronik yang pernah berlatih di kamp Alqaidah di Afghanistan.
Jago elektro
Dilahirkan di Jawa Tengah, Dulmatin awalnya bekerja sebagai tukang jual mobil, namun tidak ada yang mengetahui sejak kapan dia terlibat dalam jaringan teroris.
Dulmatin dipercaya sebagai pelindung Azahari Husin atau Dr. Azahari, otak Bom Bali tahun 2002 yang akhirnya tewas dalam satu penyergapan polisi di Batu, Malang, tahun 2005.
Meski diyakini tidak mempunyai latar belakang keterampilan listrik formal, tetapi dia dikenal sebagai jago listrik. Konon, keterampilan ini diperolehnya langsung dari Dr. Azahari.
Menurut Asia Pacific Foundation, Dulmatin adalah sedikit diantara anggota militan yang mampu merakit dan meledakan bom klorat dan nitrat.
Dulmatin juga diketahui mengikuti pelatihan militer di kamp Afganistan. Sepulang ke Indonesia pertengahan 1990an, dia menjadi pengunjung tetap salah satu pesantren milik Abu Bakar Ba'asyir di Solo.
Bom Telepon
Dulmatin dikenal di dunia internasional ketika menjadi tokoh kunci di balik serangan bom pada dua klub malam di Bali, Oktober 2002. 202 orang dinyatakan meninggal dunia, kebanyakan adalah wisatawan mancanegara.
Tokoh ini juga dipercaya telah memasang salah satu bom yang dihubungkan dengan telepon seluler dengan para pembom bunuh diri di Bali. Bersama Dr. Azahari, dia juga merakit bom mobil yang digunakan dalam serangan itu.
Layaknya Dr. Azahari dan koleganya Noordin Mohamad Top, beberapa analis percaya bahwa Dulmatin terlibat dalam berbagai serangan bom di Asia Timur, tetapi tidak cukup bukti untuk memperkuat sangkaan ini.
Sejak 2003, Dulmatin dipercaya bermarkas di Filipina Selatan membantu melatih anggota militan lain di kamp rahasia.
Abu Sayyap
Februari 2009 lalu, militer Filipina mengonfirmasikan bahwa Dulmatin tidak terbunuh pada kontak senjata tahun 2007.
Militer Filipina menyatakan Dulmatin bersembunyi di hutan belantara di kawasan selatan negara itu.
Waktu itu, Komandan Pasukan Marinir Filipina Mayjen Juancho Sabban, menegaskan bahwa intelijennya mengatakan bahwa Dulmatin ada di Provinsi Sulu, yang menjadi basis kelompok teroris Abu Sayyaf.
Juancho juga menjebutkan bahwa buron Jamaah Islamiyah lainya, Umar Patek, juga berada di daerah itu di bawah perlindungan kelompok Abu Sayyap.
Di samping tahun 2007, Dulmatin dikabarkan tertembak mati pada Februari 2008, namun tes DNA yang dilakukan AS menyebutkan jenazah orang yang ditembak militer Filipina, bukan Dulmatin.
Juanco mengatakan, Umar Patek dan Dulmatin, yang bersembunyi di Filipina setelah Bom Bali 2002, telah melatih para anggota kelompok militan Filipina dan perancang sejumlah serangan bom di negara itu.
Pada 2005 dia dikira terbunuh dalam serangan udara olah angkatan udara Filipina, tetapi ternyata pemerintah Manila mengakui salah.
Setahun kemudian, pada Januari 2007 tentara Filipina meyakini Dulmatin terluka akibat kontak senjata dengan militer ketika bentrok dengan kelompok Abu Sayyaf. (*)
Sumber: BBC, Wikipedia dan Xinhua
Jafar Sidik dan Liberty Jemadu
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010