Yogyakarta (ANTARA) - Pandemik COVID-19 yang masih melanda Tanah Air membuat penyelenggara Pilkada 2020 mengemban tanggung jawab ganda. KPU serta Bawaslu tak cukup mengawal pilkada berjalan demokratis, namun harus memastikan protokol kesehatan diterapkan betul di seluruh tahapan.
Layaknya para tenaga kesehatan atau medis yang berjibaku di rumah sakit atau fasilitas kesehatan, KPU serta Bawaslu juga memiliki beban sebagai garda terdepan mengawal pesta demokrasi bisa berlangsung sehat dan aman.
Tanggung jawab itu, setidaknya menjadi konsekuensi logis dari keputusan tetap digelar-nya Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 berdasarkan hasil perundingan tripartit antara Pemerintah, KPU, serta DPR.
Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan mayakini perwujudan pilkada yang sehat di tengah pandemik bukan sekadar mimpi atau isapan jempol belaka. Keyakinan itu bisa terwujud karena berbagai instrumen regulasi maupun sarana prasarana telah disiapkan untuk mencegah munculnya transmisi COVID-19 di tengah pesta demokrasi.
Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 diklaim KPU cukup komprehensif mengatur protokol kesehatan pencegahan COVID-19 saat pilkada. Beberapa aturan yang tertuang di dalamnya antara lain pengundian nomor urut pasangan calon hanya dihadiri pasangan calon dan dua perwakilan bawaslu provinsi atau kabupaten/kota, satu orang penghubung pasangan calon, serta tujuh atau lima orang anggota KPU provisi/kabupaten/kota.
Selanjutnya, konser musik sebagai sarana kampanye juga dilarang. Kampanye tatap muka boleh dilaksanakan dengan catatan dibatasi maksimal 50 orang serta wajib menerapkan jaga jarak dan mengenakan alat perlindungan diri.
Hamdan menyebutkan tiga fase krusial yang dapat memicu munculnya kerumunan pada tahapan pilkada mendatang, mulai dari penetapan pasangan calon pada tanggal 23 September, pengundian nomor urut pada tanggal 24 September, hingga masa kampanye yang rentangnya cukup pajang yakni 71 hari.
Baca juga: Wapres: Netralitas ASN jadi penentu kualitas demokrasi pilkada
Baca juga: Meniti masa kampanye terberat dan tersulit
Kesiapan penyelenggara pilkada beserta aturan hukum yang menyertainya saja tak cukup jadi jaminan terwujud-nya pilkada sehat. Seluruh elemen yang terlibat baik penyelenggara, masyarakat, pasangan calon beserta tim kampanye juga harus kompak mematuhi regulasi yang telah dibuat.
Berdasarkan PKPU Nomor 13, telah disiapkan pula sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan dalam pilkada. Jika protokol kesehatan dilanggar oleh pasangan calon, maka aparat kepolisian akan memberikan peringatan, pembubaran kegiatan, hingga penjatuhan sanksi tidak boleh melakukan kampanye selama tiga hari.
Partisipasi Masyarakat
KPU DIY meminta masyarakat mantap berpatisipasi menggunakan hak pilihnya saat pilkada di Kabupaten Sleman, Bantul, serta Gunung Kidul pada 9 Desember mendatang. Masyarakat diharapkan berpartisipasi di seluruh tahapan, termasuk ikut mengawasi pemenuhan protokol kesehatan oleh peserta pilkada.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU DIY Muhammad Zainuri Ihsan memastikan seluruh tahapan pilkada, khususnya pemungutan suara di tiga kabupaten telah dipastikan menerapkan prosedur tetap untuk menghindari penularan virus Corona.
Sebelum memasuki tempat pemungutan suara (TPS), seluruh pemilih akan melalui pengecekan suhu tubuh. Setiap pemilih juga akan diberikan sarung tangan sekali pakai untuk mengantisipasi penyebaran lewat surat suara.
Untuk penggunaan tinta, tidak dicelupkan tetapi diteteskan atau dioleskan ada jari. Tidak hanya itu, untuk menghindari terjadinya penumpukan pemilih, pada saat pemungutan suara, jumlah pemilih yang datang di TPS akan diatur secara bergantian sesuai jam yang telah ditentukan.
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al-Hamdi memandang terwujud atau tidaknya pilkada sehat bergantung pada keberanian dan ketegasan bawaslu menindak dan menerapkan sanksi kepada seluruh pelanggar protokol kesehatan, baik kandidat maupun tim sukses hingga di level TPS di desa-desa.
Tanpa upaya itu, ia khawatir Pilkada Serentak di berbagai daerah hanya akan menambah munculnya klaster baru penularan COVID-19.
Pilkada sehat, baginya tidak sekadar berkaitan dengan pencegahan COVID-19. Namun, harus mampu membersihkan pelanggaran lainnya yakni politik uang. Pasalnya, isu mengenai COVID-19 dan krisis ekonomi di masa pandemik rentan dikapitalisasi oleh pihak tertentu untuk memuluskan politik uang.
Menurut Ridho, untuk memberikan sanksi yang tegas dibutuhkan keberanian. Oleh sebab itu, munculnya potensi ancaman dari sejumlah pihak dalam konteks penegakan aturan itu harus bisa bersama-sama diantisipasi.
Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah membentuk kelompok kerja (Pokja) Pencegahan COVID-19 yang bertugas memastikan setiap tahapan pilkada di tiga kabupaten menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Pokja Pencegahan COVID-19 sudah dibentuk di Kabupaten Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul yang akan menghelat pesta demokrasi.
Baca juga: Mendagri: Ditjen Dukcapil sukseskan pilkada dan penanganan COVID-19
Baca juga: Pusat pilih Batam percontohan Pilkada Sehat
Ketua Bawaslu DIY Bagus Sarwono mengatakan pembentukan pokja itu merupakan instruksi Bawaslu RI yang bakal bertugas melakukan pencegahan setiap pelanggaran protokol kesehatan, edukasi, koordinasi, hingga penertiban atau penindakan di lapangan.
Pembentukan pokja itu melibatkan tim terpadu yang terdiri berbagai unsur pemangku kepentingan mulai dari Bawaslu DIY, TNI/Polri, serta Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di masing-masing kabupaten.
Bagus berharap seluruh bakal paslon bupati/wakil bupati di tiga kabupaten tidak lagi melakukan pelanggaran dengan memunculkan kerumunan seperti saat melakukan pendaftaran. Sebab penindakan terhadap pelanggaran itu saat ini telah diatur dengan jelas alam PKPU.
Jika seluruh penduduk Indonesia mampu melalui pilkada di masa pandemik ini, maka akan menjadi catatan sejarah karena digelar dengan protokol kesehatan yang ketat dan aman. Namun sebaliknya, jika protokol kesehatan gagal dilaksanakan sehingga memperparah bencana, sejarah pun mencatatnya.
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020