Jakarta (ANTARA News) - Direktur Luar Jawa Bali PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Hariadi Sadono dituntut sepuluh tahun penjara karena diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengelolaan Sistem Manajemen Pelanggan (Customer Management System) berbasis teknologi informasi pada PT PLN Distribusi Jawa Timur.
"Meminta majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata anggota Tim Penuntut Umum, Chatarina M. Girsang saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.
Tim Penuntut Umum kemudian meminta majelis hakim menjatuhkan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp6,5 miliar.
Dalam surat tuntutan, Tim Penuntut Umum menguraikan, Hariadi melakukan perbuatan tindak pidana korupsi bersama dengan beberapa pengusaha, yaitu Saleh Abdul Malik, Achmad Fathony Zakaria, dan Arthur Pellupessy.
Tim Penuntut Umum yang terdiri dari Chatarina Muliana Girsang, Muhibuddin, Risma Asyari, dan Afni Carolina menjelaskan, kasus itu merupakan dugaan korupsi penataan `outsourcing` di PT PLN dalam melaksanakan pengadaan outsourcing pengelolaan Sistem Manajemen Pelanggan di Jawa Timur pada 2004.
Proyek itu meliputi beberapa fungsi pelayanan, yaitu pelayanan pelanggan, pembacaan meter, pembuatan rekening, pembukuan pelanggan, dan pengawasan kredit atas rekening yang tidak lunas.
Menurut Tim Penuntut Umum, Hariadi Sadono yang saat itu sebagai General Manajer PT PLN Distribusi Jawa Timur bersama Komisaris PT Altelindo Karyamandiri Saleh Abdul Malik telah menyepakati harga yang akan dicantumkan untuk pelaksanaan proyek CMS sebesar Rp1.980 per pelanggan. Harga itu kemudian direvisi menjadi Rp1800 per pelanggan.
Tim Penuntut Umum juga menyatakan, Hariadi dan Saleh Abdul Malik sepakat untuk membagi proyek tersebut (subkontrak) kepada Arthur Pellupessy dari PT PT Arthi Duta Aneka Usaha.
Akibat perbuatan itu, Hariadi diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp150 juta per bulan sejak Maret 2005 sampai Desember 2007, atau total Rp5,1 miliar dalam bentuk cek dan tunai dari PT Altelindo Karyamandiri.
Dia juga diduga menerima uang senilai Rp1,4 miliar dari PT Arthi Duta Aneka Usaha.
Para rekanan dalam proyek itu juga diuntungkan. Tim Penuntut Umum menyatakan, Komisaris PT Altelindo Karyamandiri Saleh Abdul Malik menerima sebesar Rp130,6 miliar dan Arthur Pellupessy dari PT PT Arthi Duta Aneka Usaha menerima sebesar Rp39,05 miliar.
Tim Penuntut Umum menduga kasus itu telah merugikan negara hingga Rp175 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Hariadi dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan primer
Dia juga terjerat pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan subsider.(F008/A024)
Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010