Ankara (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PBB mengecam berlanjutnya eskalasi ketegangan di daerah konflik Karabakh Atas meskipun ada seruan berulang kali dari masyarakat internasional untuk segera menghentikan pertempuran.
"Dia sangat prihatin dengan laporan perpanjangan permusuhan, termasuk penargetan daerah berpenduduk. Dia mengingatkan semua pihak tentang kewajiban mereka untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur sipil di bawah hukum humaniter internasional," , kata juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, dalam pernyataan tertulis, Selasa.
Pernyataan tersebut mendesak pihak Armenia dan Azerbaijan untuk segera menghentikan semua permusuhan, dan menegaskan kembali bahwa tidak ada solusi militer untuk konflik tersebut.
'' Dia (Guterres) mengimbau kepada semua aktor regional dan internasional yang relevan untuk secara aktif menggunakan pengaruhnya untuk mencapai akhir yang mendesak dari pertempuran dan kembali ke negosiasi di bawah naungan OSCE Minsk Group," tutur Dujarric.
OSCE Minsk Group, yang diketuai bersama oleh Prancis, Rusia, dan AS, dibentuk pada 1992 untuk menemukan solusi damai atas konflik tersebut, tetapi tidak berhasil.
Pada Senin (5/10), para menteri luar negeri dari negara-negara ketua bersama OSCE Minsk Group juga mengutuk "peningkatan kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan berbahaya" antara Armenia dan Azerbaijan, menyerukan kepada pihak-pihak tersebut untuk melakukan gencatan senjata.
Dalam pernyataan bersama, para pejabat tinggi menekankan "tanpa syarat bahwa serangan baru-baru ini yang diduga menargetkan pusat-pusat sipil---baik di sepanjang Garis Kontak maupun di wilayah Azerbaijan dan Armenia di luar zona konflik Nagorno-Karabakh---dan sifat serangan yang tidak proporsional semacam itu merupakan hal yang tidak dapat diterima dan mengancam stabilitas kawasan. "
Pertempuran di wilayah Karabakh Atas dimulai pada 27 September ketika pasukan Armenia menargetkan permukiman sipil Azerbaijan dan posisi militer, yang menyebabkan korban berjatuhan.
Selama beberapa hari sejak konflik meletus, Angkatan Bersenjata Armenia terus menembaki kota-kota Azerbaijan dan menargetkan warga sipil.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dalam beberapa kesempatan mengumumkan bahwa untuk menahan agresi Armenia di wilayah Karabakh Atas, tentara Azerbaijan membebaskan beberapa wilayah dari pendudukan Armenia.
Banyak kekuatan dunia termasuk Rusia, Prancis, dan AS telah mendesak gencatan senjata segera. Turki, sementara itu, mendukung hak Baku untuk membela diri.
Konflik Karabakh Atas
Hubungan antara dua bekas republik Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Karabakh Atas, atau Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional, dan tujuh wilayah yang berdekatan.
Sekitar 20 persen wilayah Azerbaijan, termasuk Karabakh Atas, tetap berada di bawah pendudukan ilegal oleh Armenia selama kurang lebih tiga dekade.
Wilayah Karabakh Atas yang diduduki meliputi kota Shusha, Khankendi, Khojaly, Asgaran, Khojavand, Aghdara, dan Hadrut.
Tujuh wilayah pendudukan Azerbaijan lainnya adalah provinsi-provinsi di sekitar wilayah Karabakh Atas, termasuk Lachin, Kalbajar, Aghdam, Fuzuli, Jabrayil, Qubadli, dan Zangilan.
Berbagai resolusi PBB serta banyak organisasi internasional menuntut penarikan pasukan penyerang.
Lebih dari satu juta orang Azerbaijan menjadi pengungsi di dalam negeri, sementara 20.000 orang menjadi martir oleh pasukan Armenia, dan 50.000 lainnya terluka dan menjadi cacat, menurut angka resmi Azerbaijan.
Setidaknya 4.000 orang Azerbaijan hilang selama konflik dan nasib mereka masih belum diketahui.
Lebih dari 2.000 orang Azerbaijan ditangkap dan disandera oleh pasukan Armenia.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Azerbaijan sebut Armenia tembaki kota kedua di Ganja
Baca juga: Armenia sambut ajakan mediasi OSCE, Azerbaijan belum jawab
Baca juga: Rusia, Prancis tingkatkan seruan gencatan senjata di Nagorno-Karabakh
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2020