Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mendorong agar pemangku kepentingan pendidikan untuk menggunakan hak konstitusinya untuk melakukan uji materi UU Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker).
"Ini diluar dugaan, karena perkembangan terakhir klaster pendidikan dikeluarkan dari RUU tersebut," ujar Huda dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menolak adanya klaster pendidikan pada UU Ciptaker tersebut dan mendorong agar pemangku kepentingan pendidikan menggunakan haknya ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Ekonom: Pandemi hambat efektivitas UU Ciptaker undang investor
Baca juga: Syarief Hasan pertanyakan pimpinan DPR percepat paripurna UU Ciptaker
"Kami dorong untuk menggunakan hak konstitusinya melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi," imbuh dia.
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengaku kecewa dengan adanya klaster pendidikan di UU tersebut.
"Awalnya informasi tentang dicabutnya klaster pendidikan di dalam RUU Ciptaker menjadi kabar baik bagi dunia pendidikan, sebab kekhawatiran para pegiat pendidikan tak akan nyata, bahwa pendidikan makin dikomersialisasikan melalui UU ini. Tapi, setelah membaca draft final UU yang sudah disahkan DPR ini, ternyata masih ada pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan," kata Satriwan.
Dengan kata lain, kata dia, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan. Hal itu jelas tampak dalam pasal 26 yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha, kemudian pasal 65 menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha.
"Kemudian ayat duanya mengatakan ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Artinya, pemerintah dapat saja suatu hari nanti, mengeluarkan kebijakan perizinan usaha pendidikan yang nyata-nyata bermuatan kapitalisasi pendidikan, sebab sudah ada payung hukumnya," ucap dia.
Baca juga: Rapat Paripurna DPR setujui RUU Ciptaker menjadi UU
Selanjutnya pasal 1 (4) dalam UU ini, yang dimaksud "Perizinan Berusaha" adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. "Jelas sekali pendidikan direduksi menjadi suatu aktivitas industri dan ekonomi," katanya.
Masih bertahannya pasal yang akan menjadi payung hukum kapitalisasi pendidikan menjadi bukti bahwa anggota DPR sedang melakukan "prank" terhadap dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan.
Sebelumnya, DPR menyatakan klaster pendidikan telah dicabut dari RUU itu, namun ternyata sebaliknya.
P2G menolak adanya klaster pendidikan dalam UU Ciptaker tersebut. Satriwan menambahkan jalan terakhir sebagai upaya penolakan UU itu adalah masyarakat sipil dan para pegiat pendidikan khususnya dapat membawa UU itu ke Mahkamah Konstitusi.
"Semoga UU ini bernasib sama dengan UU Badan Hukum Pendidikan dan Pasal tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) dalam UU Sisdiknas, yang keduanya dibatalkan oleh MK beberapa tahun lalu," imbuh Satriwan.
Baca juga: F-Demokrat tegaskan tolak RUU Ciptaker disetujui jadi UU
Baca juga: Pemerintah sampaikan 7 poin perubahan UU Tenagakerja di RUU Ciptaker
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020