Banjarmasin (ANTARA) - Dua tersangka perkara tindak pidana pencurian di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bebas dari tuntutan hukum berkat penerapan "restorative justice" atau keadilan restoratif yang dilakukan Kejaksaan Negeri Banjarmasin.

"Kami menghentikan penuntutan berdasarkan upaya keadilan restoratif yang telah terpenuhi terhadap kedua tersangka," terang Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin Tjakra Suyana Eka Putra di Banjarmasin, Selasa.

Upaya penyelesaian perkara di luar pengadilan itu untuk pertama kalinya dilakukan Kejari Banjarmasin sejak Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif diterbitkan pada 21 Juli 2020 dan petunjuk pelaksanannya terbit 16 September 2020.

Kedua tersangka berinisial AR (34) dengan perkara Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan yang ditangani Polresta Banjarmasin dan RM (27) dengan perkara Pasal 362 KUHP tentang Pencurian ditangani Polsekta Banjarmasin Utara dihentikan penuntutannya dengan alasan pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, barang bukti telah kembali ke korban serta ada kesepakatan perdamaian dan masyarakat merespon positif.

Prinsipnya, kata Tjakra, telah terjadi kesepakatan bersama antar pihak terkait baik korban, pelaku, penyidik serta masyarakat sekitar untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan pidana.

"Ini sebagai bentuk pembinaan kita juga. Jangan sampai tidak ada keseimbangan malah kejahatan terus terjadi jika hanya upaya pidana yang ditempuh," katanya.

Kedua tersangka sujud syukur setelah bebas dari tuntutan pidana. (ANTARA/Firman)


Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Banjarmasin Denny Wicaksono menambahkan, ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif bisa ditempuh yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.

Namun ada pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000 tapi ancaman tidak lebih dari 2 tahun, ancaman pidana lebih dari 5 tahun asal kerugian tidak melebihi Rp2.500.000 serta kepentingan korban terpenuhi dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.

Adapun perkara yang tidak bisa dihentikan penuntutannya dalam penerapan keadilan restoratif yaitu pertama tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden dan wakil presiden, mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan.

Kedua, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimal. Ketiga, tindak pidana narkotika, lingkungan hidup dan korporasi.

Sementara tersangka RM mengaku bersyukur telah bebas. Dia berterima kasih kepada aparat dan pihak korban atas keputusannya menerima perdamaian hingga dirinya dapat bebas dari tuntutan setelah melakukan pencurian sepeda milik korbannya Tarmiji.


Pewarta: Firman
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020