Teheran, 6/3 (ANTARA/Reuters) - Iran memberi waktu selama dua bulan kepada dua pilot komersial Rusia yang bekerja di Republik Islam itu untuk meninggalkan negara tersebut karena tak membutuhkan mereka lagi, kata Menteri Transportasi Udara dan Darat Iran, Hamid Behbahani, seperti dikutip media massa setempat, Sabtu.
Langkah tersebut dipandang sebagai sinyal timbulnya perselisihan antara Tehran dan Moskow, bertalian dengan dukungan Rusia atas sanksi baru terhadap Iran menyangkut percekcokan program nuklir Iran.
Kantor berita semi-pemerintah, Fars, melaporkan bahwa ide Iran memerintahkan dua pilot Rusia meninggalkan negara itu mendapat momentum setelah satu pesawat buatan Rusia terbakar saat mendarat darurat di Iran utara pada Januari lalu, melukai lebih dari 40 penumpangnya.
Pesawat nahas itu milik penerbangan Iran, Taban Airlines, namun pilotnya warga Rusia, kata Fars.Tak disebutkan berapa banyak pilot Rusia bekerja di penerbangan Iran Airlines itu.
"Atas perintah Presiden (Mahmoud Ahmadinejad), Kementerian Transportasi Darat dan Udara Iran telah menetapkan batas waktu dua bulan bagi pilot Rusia itu untuk meninggalkan negara tersebut," kata Menteri Hamid Behbahani kepada Fars.
"Ketika negara kami telah memiliki banyak pilot profesional dan spesialis, kami tak lagi membutuhkan pilot-pilot dari luar negeri," katanya.
Iran telah menderita serangkaian kecelakaan pesawat dalam beberapa dekade terakhir, umumnya pesawat-pesawat nahas itu buatan Rusia.
Pada 2009, pesawat Tupolev yang sedang terbang menuju Armenia terbakar dan jatuh, menewaskan 160 penumpang dan awaknya.
Sanksi-sanksi Amerika Serikat terhadap Iran mencegah negara itu membeli pesawat baru atau suku cadang pesawat dari negara-negara Barat, memaksa Iran mengalihkan pembelian pesawat dari pembelian pesawat-pesawat Boeing dan Airbus ke pesawat-pesawat Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet.
Menteri Behbahani mengatakan hanya sekitar 120 dari 193 pesawat penerbangan Iran yang masih aktif saat ini, dan selebihnya terpaksa diparkir di landasan dengan alasan yang berbeda-beda.
Rusia, yang menjadi mitra dagang utama Iran, merupakan satu dari enam negara paling berpengaruh di dunia, mencoba memecahkan perselisihan program nuklir Iran lewat jalur perundingan diplomatik.
Namun belakangan ini, Moskow menunjukkan dukungannya atas sanksi baru terhadap Iran.
Iran membantah keras tuduhan negara-negara Barat bahwa program nuklirnya bertujuan mengembangkan bom perusak massal.
Para pejabat Iran menyuarakan kekecewaan atas kegagalan Moskow untuk memasok sistem pertahanan rudal canggih S-300 karena Israel dan Amerika Serikat tidak menginginkan Iran memiliki rudal tersebut.
Rusia bulan lalu menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menjual senjata-senjata itu bila pembeliannya bertujuan menimbulkan ketidakstabilan di kawasan itu.(M043/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010