New York (ANTARA News) - Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Linda Gumelar, meminta perempuan Indonesia untuk berhati-hati mengambil keputusan penting dalam hidup mereka termasuk soal nikah siri.
"Dia (perempuan) harus berhati-hati terhadap masa depan dia sendiri. Kalau tidak ada perlindungan, tidak tercatat, bagaimana? Kan dia juga yang rugi," katanya kepada ANTARA News di New York, Jumat malam, setelah bertemu masyarakat Indonesia di gedung KJRI New York.
Acara temu muka itu dilakukan Menteri Linda di sela-sela kegiatannya menghadiri rangkaian sesi ke-54 Komisi Status Perempuan (CSW), yang berlangsung di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, pada 1-12 Maret.
Ketika menjawab pertanyaan wartawan, Linda tidak secara tegas mengatakan setuju atau menentang hukuman pidana bagi pelaku nikah siri.
Menurut dia, hal yang terpenting adalah perempuan terlindungi dari kerugian dan ketidakpastian.
"Pidana atau tidak dipidana, itu masih wacana. Tapi kalau undang-undang itu pasti `kan ada reward dan punishment-nya. Bentuk punishmentnya apa, ini masih menjadi pembicaraan. Bagi kami yang penting bagaimana dia terlindungi dan memiliki kepastian. Pidana itu soal beda lagi," katanya.
Linda mengungkapkan bahwa program sosialisasi terhadap para perempuan menjadi salah satu prioritas penting yang akan terus dijalankan pemerintah dalam menghadapi praktik kawin siri.
Sosialisasi diarahkan untuk meningkatkan kesadaran perempuan Indonesia agar tidak mudah menikah tanpa status hukum yang jelas.
"Sosialisasi dilakukan secara luas baik melalui jejaring, organisasi massa, lembaga swadaya masyarakat, pusat studi wanita, akademisi, maupun media massa. Kalau gaungnya luas, akhirnya mereka (perempuan) akan pikir-pikir lagi kalau dia mau siri," katanya.
Konferensi PBB
Sementara itu, pada konferensi sesi ke-54 CSW yang diadakan untuk meninjau perkembangan hak perempuan sejak Deklarasi Beijing tahun 1995, Menteri Linda tampil di PBB untuk menyampaikan kemajuan, kendala dan hambatan yang dialami Indonesia menyangkut status perempuan.
Saat berbincang dengan ANTARA News, Linda mengungkapkan sejak Deklarasi Beijing, Indonesia sudah membuat kemajuan status perempuan di berbagai bidang, terutama pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan kesempatan dalam berpolitik.
"Pendidikan sampai usia sekolah SMP, misalnya, persentase jumlah laki-laki dan perempuan sudah sama. Tapi kalau di tingkat mahasiswa masih belum, karena masih budaya patriarkhis," ungkapnya.
Di bidang kesehatan, walaupun angka kematian ibu masih tinggi, kata Linda, angka tersebut sudah menurun, dari 307 jiwa per 100.000 kelahiran pada tahun 2004 menjadi 228 jiwa per 100.000 kelahiran pada tahun 2009.
Keterwakilan perempuan di DPR RI juga meningkat dari 11,6 persen dan DPD RI 20 persen pada tahun 2004 menjadi 18,03 persen untuk DPR RI dan 27 persen untuk DPD RI pada tahun 2009.
"Secara umum sudah bagus, tapi tentu masih banyak yang harus kita perjuangkan, terutama masalah kekerasan dalam rumah tangga yang akhir-akhir tahun ini terus meningkat serta masalah perdagangan perempuan," kata Linda.(K-TNY/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010