Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, melakukan gelar perkara (ekspos) kasus Bank Century untuk menentukan kelanjutan penanganan perkara tersebut.

Juru Bicara KPK, Johan Budi ketika ditanya wartawan di Jakarta mengatakan, gelar perkara itu rencananya akan dilakukan pada pukul 14.00 WIB.

Gelar perkara akan dihadiri oleh seluruh tim penyelidik serta jajaran direktur dan deputi. Menurut Johan, rencananya pimpinan KPK juga hadir dalam gelar tersebut.

"Semua pimpinan direncanakan ikut hadir, kecuali tidak sesuai rencana," kata Johan.

Menurut Johan, gelar perkara adalah forum bagi para penyelidik KPK untuk menyampaikan perkembangan penyelidikan.

Para penyelidik akan menyampaikan bukti apa saja yang didapatkan. Selain itu, mereka akan memaparkan bukti apa lagi yang perlu didapatkan untuk mengungkap kasus tersebut.

Jika alat bukti dianggap belum cukup, penyelidikan bisa dilanjutkan. Namun, jika alat bukti dianggap cukup, kasus bisa ditingkatkan ke penyidikan.

Dalam kasus Bank Century, KPK telah memeriksa beberapa pejabat, antara lain Direktur Pengawasan Bank I Bank Indonesia (BI) Budi Armanto, Deputi Direktur pada Direktorat Pengawasan Bank I BI Heru Kristiana, Direktur pada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah.

Kemudian, pegawai pada Direktorat Pengawasan BI Pahla Santosa, dan pegawai BI yang juga anggota Satgas Pengawasan Bank Century Ahmad Fuad.

Selain itu, Direktur Klaim dan Resolusi Bank Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Noor Cahyo, Kepala Divisi Penjaminan LPS Poltak L. Tobing, dan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Ahmad Fuad Rahmany juga telah diperiksa.

Kasus Bank Century mencuat setelah publik mengetahui pengucuran dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Pengucuran FPJP berawal ketika Bank Century mengajukan permohonan repo aset kepada BI pada Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun karena mengalami kesulitan likuiditas. Namun, menurut audit Badan Pemerisa Keuangan (BPK), BI memproses permohonan itu sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Pada saat permohonan itu diajukan, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century adalah 2,35 persen. Padahal, peraturan BI nomor 10/26/PBI/2008 menyatakan sebuah bank harus memiliki CAR minimal delapan persen untuk mengajukan permohonan pendanaan.

Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI tersebut sehingga bank yang memiliki CAR positif bisa mengajukan permohonan. Padahal menurut BPK, saat itu hanya Bank Century yang rasio keucukupan modalnya di bawah delapan persen.

Namun demikian, BI tetap mencairkan FPJP kepada Bank Century secara bertahap sejak 14-18 November 2008 hingga mencapai Rp689 miliar

Pada bulan yang sama, Bank Century juga menerima kucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga mencapai Rp6,7 triliun.

Pengucuran dana LPS itu bermula pada 20 November 2008, ketika BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui surat rahasia nomor 10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008.

Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008 dini hari. Rapat dimulai pukul 00.11 WIB dan dilanjutkan dengan rapat tertutup pada pukul 04.00 WIB sampai 06.00 WIB.

Berdasar audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, dan dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.

Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menyetujui aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

BPK berkesimpulan, BI tidak memberikan data mutakhir mengenai kondisi Bank Century sehingga terjadi peningkatan biaya penanganan Bank Century dari semula sebesar Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun.

(F008/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010