Semarang (ANTARA) - Analis politik dari Universitas Diponegoro Teguh Yuwono memandang perlu masyarakat yang punya hak pilih menunjukkan nasionalisme dengan mendatangi tempat pemungutan suara (TPS), 9 Desember 2020, meski hanya satu peserta pemilihan kepala daerah.

"Yang paling penting adalah menekan angka golput pada Pemilihan Kepala Daerah 2020 di tengah pandemik COVID-19 dengan mendorong supaya orang punya komitmen bahwa kepemimpinan ini merupakan kebutuhan kita," kata Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. di Semarang, Minggu pagi.

Baca juga: Analis: Kemenangan paslon tunggal bergantung pada faktor histori

Ketika menjawab pertanyaan upaya apa saja untuk menekan angka golput pada pilkada di 270 daerah, alumnus Flinders University Australia ini mengemukakan,"Supaya mereka hadir di TPS perlu menekankan pula bahwa memilih pemimpin adalah kebutuhan masyarakat, kemudian berpartisipasi merupakan bagian dari nasionalisme."

Menyinggung peran kontestan pilkada menekan angka golput, Teguh Yuwono mengatakan bahwa tim sukses jelas targetnya memenangkan pasangan calon (paslon) semaksimal mungkin dengan suara sebanyak mungkin.

"Jadi, tim sukses dan paslon, termasuk calon tunggal, saya kira sudah berjalan dengan maksimal. Justru yang harus didorong adalah kelompok-kelompok masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat supaya mengedukasi agar mereka hadir di TPS. Itu cara yang paling efektif," kata Teguh Yuwono yang juga Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Undip Semarang.

Sebelumnya, tingkat partisipasi masyarakat Kota Semarang mencapai 65,97 persen (690.694) suara sah dari daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 1.109.045 pemilih, sementara suara tidak sah/golput sebanyak 418.351 (37,72 persen).

Baca juga: Analisis sebut KPU tinggal siapkan peraturan tentang "e-voting"

Sesuai dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Semarang Nomor: 59/Kpts/KPU-Kota-012.329521/2015 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang Tahun 2015, pasangan Hendrar Prihadi-Hevearita Gunaryanti Rahayu (Hendi–Ita) yang diusung PDIP, NasDem, dan Partai Demokrat sebanyak 320.237 suara sah (46,36 persen).

Hendi-Ita mengalahkan pasangan Soemarmo-Juber Safawi yang diusung PKB dan PKS dengan 220.745 suara, dan pasangan Sigit Ibnugroho-Agus Sutyoso yang diusung Gerindra, PAN, dan Partai Golkar dengan meraih 149.712 suara.

Menjawab soal peluang Hendi–Ita sebagai pasangan calon tunggal memenangi Pilwakot Semarang 2020, Teguh Yuwono mengatakan bahwa calon tunggal memang memiliki peluang besar untuk menang.

Akan tetapi, lanjut dia, tentu harus melihat konteks hostorinya yang dimaksud apakah ada persoalan diskualifikasi kampanye politik seperti kasus di Makassar.

Baca juga: Polri nyatakan tindak tegas pelanggar protokol kesehatan Pilkada 2020

Pada Pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Makassar 2018, semula dua peserta pilkada, menjadi satu pasangan calon karena satu kontestan didiskualifikasi.

"Bahkan, calon tunggal itu kalah dengan kolom kosong yang tidak bergambar (kotak kosong) karena memang tidak dikehendaki oleh rakyat," kata Teguh.

Pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rahmatika Dewi meraih 46,77 persen, atau kalah dengan kotak kosong yang persentasenya mencapai 53,23 persen dari total suara sah.

Pilwakot Makassar 2018, kata Teguh Yuwono, situasinya berbeda dengan Pilwakot Semarang 2020. Pasangan Hendi–Ita diusung oleh semua partai yang memiliki kursi di DPRD Kota Semarang, yakni PDIP, Gerindra, Partai Demokrat, PKB, PAN, NasDem, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Golkar, dan PKS.

"Bisa jadi, munculnya calon tunggal pada Pilkada 2020 karena tidak ada yang berani tampil melawan paslon petahana," kata Teguh menandaskan.

Baca juga: Wapres minta pilkada di tengah pandemi tidak korbankan masyarakat

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020