Jakarta, 4/3 (ANTARA) - Dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya terus melakukan negosiasi penurunan tarif bea masuk ke Jepang yang sebesar 3,5% untuk tuna segar dan 9,5% untuk tuna kaleng. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat melakukan pelepasan ekspor tuna ke Jepang di Padang, Provinsi Sumatera Barat (4/3).

     Lebih lanjut Fadel menyampaikan bahwa, dari data yang ada nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke pasar produktif (AS, Jepang dan UE) saat ini mencapai 70% dan 22% di pasar prospektif (Asia Tenggara dan Asia Timur) serta pasar potensial (Timur Tengah, Afrika, dan eks Eropa Timur) sebesar 8%. KKP melakukan diversifikasi pasar ke Timur Tengah dan Afrika karena tampak sekali masih rendahnya nilai ekspor ke pasar potensial tersebut. Pada awal Januari 2010 yang lalu, KKP telah memulai perluasan pasar ke Iran, UEA dan Mozambik. Hingga tahun 2009, total nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai US$ 2,4 miliar, di mana sebesar US$ 611 juta dihasilkan dari ekspor ke Jepang. Khusus ekspor tuna, tahun 2009 mencapai US$ 243 juta, yang mana US$ 128 juta diperoleh dari ekspor tuna ke Jepang.

     Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan visi KKP, yaitu Indonesia sebagai Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar di Dunia pada tahun 2015, dan dengan Misi Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan, KKP dituntut memacu ekspor hasil perikanan. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk meningkatkan produksi perikanan, baik dari perikanan budidaya dan perikanan tangkap di industri hulu, dan pengembangan pengolahan serta pemasaran, di industri hilir. Di sisi industri, diperlukan pelaku usaha yang kokoh dan solid, baik dari segi produksi maupun pasca panennya, untuk mendukung pertumbuhan.

     Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Sumatera Barat adalah salah satu pelabuhan yang terutama melakukan ekspor tuna sejak tahun 2008. Dengan lokasi yang relatif dekat dengan wilayah penangkapan ikan (fishing ground), maka Bungus dapat memberikan keuntungan tersendiri, yakni menghemat biaya operasional armada penangkapan ikan untuk bahan bakar dan biaya logistik lainnya, serta dapat menghemat waktu perjalanan dari saat penangkapan menuju tempat pendaratan. Sebagaimana diketahui bahwa ikan adalah produk yang sangat cepat atau mudah mengalami kemunduran mutu. Dengan demikian usaha penghematan waktu di laut adalah sangat penting. Oleh karena itu pula untuk tuna segar secara mutlak dari Sumatera Barat diperlukan trayek penerbangan ke Jepang, sebagai pasar tunggal sashimi. Volume ekspor tuna segar dari Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus ke Jepang rata-rata sebesar 3 ton/hari, sedangkan volume ekspor rata-rata tuna beku ke AS adalah 1 ton/hari sejak tahun 2008. Dalam melakukan ekspor tersebut, Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus bekerjasama dengan Cardig Air melalui Bandara Minangkabau, Sumatera Barat sampai saat ini telah melakukan pengiriman sebanyak 14 ton/pengiriman/minggu sejak bulan April 2009.

     Selama melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Barat, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia juga akan meresmikan Prosesing Tuna di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus pada tanggal 3 Maret 2010, peninjauan ke Tambak Bandeng/Kawasan Minapolitan di Carocok, Kabupaten Pesisir Selatan dan Pelepasan Ekspor Tuna ke Jepang dengan Pesawat Cardig Air pada tanggal 4 Maret 2010.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M. Ed, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 08161933911)


Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010