Banda Aceh (ANTARA) - Raut wajah bahagia pria yang beberapa tahun lalu paling dicari pasukan TNI dan Polri itu kini tak bisa disembunyikan, setelah anak sulungnya dinyatakan lulus seleksi masuk TNI Angkatan Darat (AD).

"Saya sangat bersyukur, sangat bahagia anak saya yang pertama ini bisa lulus seleksi TNI AD, ini harapan baru bagi saya,” kata pria bernama Din Minimi itu di Banda Aceh, akhir pekan lalu.

Din Minimi, pemilik nama lengkap Nurdin Ismail, 41 tahun, merupakan mantan pemimpin kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Aceh pada Tahun 2013.

Buah hati Din Minimi dan Herlinawati yang lulus seleksi Sekolah Calon Bintara (Secaba) PK TNI AD Tahun 2020 itu bernama Rizki Maulana. Putra pertama dari tiga bersaudara, kelahiran 12 Oktober 2002, itu pada Senin (28/9) resmi mengikuti pendidikan Secaba di Rindam Iskandar Muda, Mata Ie, Aceh Besar.

Din merupakan warga Desa Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur. Ia tercatat sebagai mantan pimpinan KKB di Aceh Timur, yang pada 28 Desember 2015 menyerahkan diri setelah berdialog dengan Kepala Badan Intelijen Negara Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, pada masa itu.

Ia bercerita, perjuangan putranya lulus seleksi TNI AD tidak lepas dari peran Sutiyoso dan Komandan Komando Resor Militer (Danrem) 011/Lilawangsa masa itu Mayjen TNI A Daniel Chardin, yang membuka wawasannya terkait menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Din, pada 2013 dirinya masih bergeriliya di hutan Aceh Timur dan Aceh Utara. Ia mendapat kesempatan berbicara langsung melalui sambungan selular dengan Danrem 011/Lilawangsa tersebut, yang kini menjabat sebagai Wadanpussenif Kodiklatad.

Dalam pembicaraannya, Diniel Chardin mengarahkan agar putra pertamanya itu menjadi abdi negara, baik sebagai anggota Polri atau prajurit TNI. Kala itu, kata Din, Rizki masih duduk di bangku kelas dua MTsN Julok, Aceh Timur.

"Itu disampaikan Pak Daniel saat saya masih di gunung melalui telepon. Bahkan sampai beliau (Daniel, red) juga datang ke rumah saya," kata Din.

Pascadirinya dan 120 anggotanya menyerah, Din mulai mempersiapkan putranya untuk menjadi seorang abdi negara. Hingga akhirnya menjadi alumni dari SMA Buket Seuraja Julok, Aceh Timur pada 2020, Rizki, saudara kandung dari Mahdalena dan Miranda itu telah siap untuk mendaftarkan diri menjadi prajurit TNI.

“Dia sendiri (Rizki) yang memilih ingin masuk TNI, saya hanya memberi pilihan kepada dia. Sejak turun gunung itu saya langsung membina dia, mulai dari latihan fisik, kesehatan, mental, ideologinya, saya ajari dia supaya dalam NKRI. Dibantu juga sama teman-teman Koramil," kata Din.

Bahkan, Pangdam IM Mayjen TNI Hassanudin, kata Din, juga pernah berpesan dan mengarahkan kepada dirinya agar putranya itu benar-benar dipersiapkan dengan baik, dengan harapan berhasil lulus dalam seleksi Secaba PK TNI AD.

"Kata Panglima waktu itu, apabila anak saya dipersiapkan dengan baik, semua persyaratannya baik, bagus, pasti akan lulus," kata eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu.

“Kelulusan anak saya ini harapan baru bagi saya, apalagi Panglima mengarahkan anak saya ke arah jalan yang tepat. Anak saya sudah saya serahkan untuk mengabdi kepada negara,” tutur Din, menambahkan.


Harapan sang nenek

Martini (75 tahun), ibu mertua Din Minimi, berharap cucunya Rizki Maulana yang lulus seleksi Secaba TNI AD dapat berbuat dengan adil serta menjadi pengayom masyarakat. Ia meminta cucunya itu untuk selalu berbuat baik, seperti halnya yang diajarkan dalam agama.

"Saya hanya mendukung dan mendoakan. Harapan saya semoga dia menjadi TNI yang dapat berbuat adil dan dapat menjadi pengayom masyarakat. Jangan berbuat hal menyimpang,” kata Martini, di kediamannya Desa Ladang Baro, Julok, Aceh Timur.

Dokumentasi - Putra Din Minimi Rizki Maulana saat proses seleksi Secaba PK TNI AD. (ANTARA/HO)

Ia bersyukur cucunya itu berhasil lulus seleksi Secaba TNI AD. Meskipun dalam hati kecilnya timbul rasa khawatir, karena menurutnya, menjadi TNI akan menghadapi lawan-lawan yang bersenjata.

"Saya ikut bangga cucu saya jadi TNI, tapi di sisi lain ketika mendengar nama tentara, teringat ketika konflik Aceh dulu yang berperang melawan GAM, sehingga nyawa jadi taruhan, tapi itulah sudah pilihan cucu saya,” ujarnya.

Martini menilai cucunya itu berkeinginan menjadi TNI karena ingin mengikuti jejak ayahnya untuk memanggul senjata, tetapi bukan sebagai anggota KKB, melainkan menjadi abdi negara melalui TNI AD.

"Begitu tamat SMA pada Tahun 2020 langsung mendaftar, dan Alhamdulillah diterima, dan saat ini tengah mengikuti pendidikan di Banda Aceh," ujarnya.


Bagian reintegrasi Aceh

Akademisi dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Dr M Adli Abdullah, SH, MCL menilai lulusnya putra Din Minimi tersebut dalam seleksi TNI AD merupakan salah satu bagian dalam upaya reintegrasi Aceh, sejak perdamaian antara Pemerintah RI dan GAM diteken pada 2005.

“Jadi ini sebenarnya bagian dari komitmen perdamaian, terjadi reintegrasi GAM di tengah masyarakat. Tidak lagi berbicara GAM atau apa, mereka sudah dapat pengampunan. Jadi kembali normal dalam masyarakat. Dengan adanya anak-anak GAM masuk ke TNI ini, maka akan lebih memperkuat reintegrasi,” kata Adli.

Dosen Fakultas Hukum Unsyiah itu mengatakan jauh sebelum putra Din Minimi, dalam proses reintegrasi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dulu, seluruh tentara DI/TII tersebut juga direkrut menjadi prajurit TNI. Namun hal seperti ini tidak terjadi ketika masa GAM dan Pemerintah RI damai.

“Sebenarnya kalau ini bisa dijadikan sesuatu yang masif seluruh aceh, maka akan betul-betul melebur, tidak ada lagi yang namanya mantan GAM atau segala macam. Karena GAM ini lebih kepada perlawanan, bukan pemberontakan, akibat kekecewaan dari perlakuan pusat untuk Aceh sebagai darah republik, Aceh sebagai modal perjuangan, modal republik, yang dikecewakan, maka terjadi perlawanan,” ujarnya.

Perlawanan pertama, reintegrasi total bagus, sehingga tidak ada anak DI/TII yang jadi pemberontak lagi. Jadi kalau memungkinkan, bukan hanya anak Din Minimi, seluruh anak GAM, atau bukan GAM, apabila dia memiliki kemampuan dan persyaratan bisa jadi TNI itu sangat bagus untuk memperkuat reintegrasi, kata Adli.

Dia berharap, perdamaian Aceh itu tidak hanya berbicara tentang struktur atau hanya mengintegrasikan para tokohnya, tetapi harus dilakukan dengan pendekatan budaya agar perdamaian tersebut dapat berlangsung lama.

“Kalau pendekatan struktur itu tokoh yang diintegrasikan, tapi kalau ke anak itu bagian dari pendekatan kultur ini, diintegrasikan semua,” tuturnya.


Wejangan Pangdam IM

Pangdam IM Mayjen TNI Hassanudin menyatakan bahwa Din Minimi telah membuktikan dan mempersiapkan dengan baik putranya untuk menjadi abdi negara. Sehingga pada 25 September lalu dinyatakan lulus seleksi dan berhak mengikuit pendidikan Secaba PK TNI AD Tahun 2020.

“Memang putra beliau memenuhi syarat dan kriteria yang kami harapkan. Tentunya hal ini disiapkan beliau dari jauh hari, mulai syarat fisik, mental, akademik, dan lain sebagainya," kata Hassanudin.

Kata Pangdam IM, lulus seleksi secaba tersebut tidak mudah, tentu harus mengikuti serangkaian seleksi yang membutuhkan waktu panjang, ketat, serta adil dan transparan.

"Sehingga saya sebagai Pangdam IM merasa senang, merasa bangga bahwa putra daerah, seperti anak Pak Din, ini menyiapkan diri untuk menjadi re-generasi TNI AD,” ujar Pangdam.

Mayjen TNI Hassanudin menegaskan bahwa semua orang memiliki hak untuk mengabdi kepada negara melalui TNI AD. Kesempatan itu terbuka lebar bagi siapapun, hanya saja perlu mempersiapkan diri dengan baik untuk mengikuti seleksi.

"Tentunya ke depan saya imbau kepada semua keluarga kita di Aceh, kalau memang ada yang berkeinginan, bercita-cita ingin mengabdikan diri melalui jalur TNI AD," katanya.

Dirinya sebagai Pangdam IM sangat membuka selebar-lebarnya kesempatan itu dengan catatan harus mempersiapkan diri sebaik mungkin karena persyaratan-persyaratan yang diberikan tidak ada yang rahasia, semuanya terbuka.

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020