Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan Prof. Dr. dr. Akmal Taher merekomendasikan strategi yang bisa dilakukan masyarakat dan tenaga medis untuk menekan atau bahkan menghentikan laju kasus COVID-19 di Indonesia dengan mengikuti 3M dan 3T.
"Masyarakat mengikuti 3M (memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan), bagian tenaga kesehatan 3T yakni tracing (testing, treatment) atau mencari yang positif, tidak hanya menunggu, lalu tes. Kalau positif isolasi (pasien) sehingga tidak menularkan," kata Akmal yang merupakan pakar bidang urologi, dalam sebuah diskusi daring, Sabtu.
Menurut Akmal yang merupakan mantan Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, supaya seluruh masyarakat mau menerapkan 3M, tak cukup hanya diberi tahu tetapi perlu ada tindak lanjut agar 3M menjadi bagian perilaku di masyarakat. Komunitas bisa berperan menjangkau masyarakat melalui pendekatan masing-masing.
Baca juga: Penerapan protokol kesehatan di rumah cegah munculnya klaster keluarga
Baca juga: Adakah senam jantung khusus untuk cegah COVID-19?
Penanganan pandemi COVID-19 di Vietnam mungkin bisa menjadi contoh. Masyarakat diminta membayangkan COVID-19 sebagai musuh atau penjajah negeri mereka di masa lalu. Hal ini menjadi salah satu alasan tak ada transmisi lokal di Vietnam selama beberapa minggu terakhir.
Duta Besar Indonesia untuk Vietnam, Ibnu Hadi pernah mengatakan, masyarakat di sana patuh melaksanakan aturan pemerintah. Di sisi lain, pemerintah juga langsung mengambil langkah saat ada potensi penyebaran. Sejauh ini, Vietnam tercatat memiliki 1069 kasus positif, dengan 35 kematian dan 1020 pasien berhasil sembuh.
Lebih lanjut, terkait tracing, seperti saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), para tenaga kesehatan perlu mencari setidaknya 30 orang yang berkontak erat dengan pasien positif COVID-19 selama dua minggu terakhir. Mereka ini harus ditemukan setidaknya dalam waktu 3x24 jam.
Bagaimana caranya? Merujuk pada upaya pemerintah di Thailand, mereka menggandeng satu juta relawan untuk melakukan tracing ini.
Di Indonesia, menurut Akmal, hal ini salah satunya bisa dilakukan memanfaatkan puskesmas. Tenaga kesehatan di puskesmas cenderung lebih banyak berkontak dengan masyarakat ketimbang rumah sakit.
"Kembali ke puskesmas, tidak mungkin dikerjakan di rumah sakit. Karena masyarakat perlu terlibat banyak dan yang paling dekat dengan masyarakat adalah puskesmas, puskesmasnya harus dibantu bekerja dengan lebih baik," tutur Akmal.
Baca juga: Menteri PPPA: Ibu berperan penting cegah keluarga terpapar COVID-19
Baca juga: Pengelolaan stres saat pandemi COVID-19 cegah gangguan jantung
"Kuatkan puskesmas untuk mengurangi kematian karena COVID-19, menemukan kasus COVID-19 secara dini, sekaligus menemukan mereka yang punya penyakit komorbid (penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung yang bisa memperberat kasus COVID-19)," sambung dia.
Akmal mengingatkan, selama masa PSBB saat ini, orang-orang seharusnya mempersiapkan diri untuk tetap pada pola pikir disiplin menerapkan protokol kesehatan sehingga saat bisa berkegiatan bebas lagi suatu hari, maka angka kasus tak akan kembali melonjak dan aktivitas ekonomi tetap berjalan.
"Untuk aktivitas ekonomi yang bagus, disiplin yang kuat. Jaga Jarak, pakai masker, cuci tangan. Semuanya dikerjakan pribadi atau masyarakat, baru ekonomi akan jalan. Dalam fase (PSBB) itu di mana orang tidak banyak bergiat, mindset kita enggak banyak berubah untuk mempersiapkan kalau dibuka (PSBB dilonggarkan)," demikian kata dia.
Baca juga: Label gizi di produk pangan bantu cegah risiko penyakit tidak menular
Baca juga: Kemenkes: Keluarga ubah perilaku untuk cegah COVID-19
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020