Jakarta (ANTARA News) - Dua kelompok massa dengan aspirasi berlawanan telah berada di sekitar depan gedung MPR/DPR jalan Jenderal Gatot Subroto, Rabu sekitar pukul 11.30 WIB. Massa yang menganggap ada penyimpangan dalam bailout Bank Century terpisah beberapa puluh meter dengan massa "pro-SBY".
Sebelumnya, sekelompok demonstran yang menilai ada penyimpangan bailout berunjuk rasa di sebelah massa "pro-SBY". Sekitar tiga puluh demonstran yang menduga ada penyimpangan bailout bersebelahan dengan massa "pro" yang jumlahnya sekitar 100 orang.
Beberapa belas menit kemudian dua kelompok massa itu mulai berselisih sehingga polisi mengawal kelompok yang lebih kecil untuk pindah ke arah Slipi, pindah sejauh 100 meter.
Sempat terjadi saling ejek namun tidak sampai terjadi perkelahian maupun pelemparan. Massa "pro" yang antara lain menamakan diri KMNI (Komite Nasional Masyarakat Indonesia) juga sempat mengejar kelompok lawannya yang membawa bendera IAIN Banten.
"Kami bukan unjuk rasa. Kami justru membantu polisi menghadapi kelompok yang akan melakukan anarki," kata Nelson Boling dari KMNI.
Kelompoknya juga sempat mengepung satu sedan yang parkir di sekitar gerbang MPR/DPR. Stiker belakang sedan itu bertuliskan "Posko Tolak SBY". Sebelum massa melakukan sesuatu terhadap kendaraan itu, sang pemilik yaitu aktivis Sri Bintang Pamungkas segera memindahkan mobilnya.
"Saya parkir di situ soalnya tidak ada larangan parkir," kata Sri Bintang si pemilik Daihatsu B-1950-LD.
Polisi memasang pagar betis di bawah fly over Senayan, sekitar 200 meter dari gerbang MPR/DPR. Mereka hanya membolehkan massa "pro" lewat sedangkan yang akan menyuarakan aspirasi dugaan penyimpangan bailout dicegat.
"Kami belum boleh masuk, katanya karena masih ada massa pro-SBY. Jadi dipisah dulu biar tidak bentrok. Lagi pula kami masih menunggu kawan-kawan lain datang. Titik kumpulnya di sini," kata seorang demonstran dari KASBI (Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia). KASBI mengaku menyewa 10 bus untuk membawa anggotanya berunjuk rasa ke depan MPR/DPR
(ADM*BER/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010