Ketua Harian Ormas Gerakan Reformasi Hukum (Gerah) Zulfikri Zein Lubis berpendapat rivalitas yang terjadi antara Mahkamah Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait pengurangan hukum bagi koruptor membuat rakyat bingung.
Hal ini dikatakan Zulfikri menanggapi keputusan MA yang mengurangi hukuman narapidana kasus korupsi melalui peninjauan kembali (PK) Anas Urbaningrum menjadi delapan tahun.
"Kalau memang upaya memotong dan menambah hukuman seseorang itu dianggap tabu, kenapa tidak direvisi saja UU MA. Lakukan perubahan agar dalam UU MA itu disebutkan bahwa Lembaga MA hanya berhak menguatkan putusan hukum sebelumnya bagi seorang terpidana," kata Zulfikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: DPR: MA punya pertimbangan terkait putusan terhadap Anas Urbaningrum
Baca juga: DPR: MA punya pertimbangan terkait putusan terhadap Anas Urbaningrum
Kemudian, mencantumkan bahwa MA tidak memiliki kewenangan untuk memotong hukuman ataupun membebaskan seorang terpidana.
"Atau dengan kata lain Lembaga MA bukanlah benteng terakhir bagi pencari keadilan. Namun merupakan tempat untuk menambah hukuman bagi seorang terpidana," tuturnya.
Dia menilai adanya rivalitas putusan antara MA dan KPK ini menunjukan bahwa di negeri ini sedang mempertontonkan drama satu babak dengan tema mendegradasi kewibawaan MA sebagai tempat mencari keadilan.
Setiap penurunan hukuman yang diputus MA, tambah Zulfikri, seolah-olah dipastikan telah terjadi "kongkalikong" di dalam proses putusan itu.
Baca juga: KPK nilai korting vonis Anas cerminan belum adanya visi sama antar APH
Baca juga: KPK nilai korting vonis Anas cerminan belum adanya visi sama antar APH
Bahkan opini yang dibentuk sepertinya ingin menunjukkan bahwa KPK lah satu satunya lembaga penegak hukum yang paling superior secara de facto, mengalahkan superioritas MA yang telah ditetapkan oleh negara secara de jure sebagai benteng terakhir penegakan keadilan.
"Cara berfikir seperti itu membuat seolah-olah sah saja bila KPK 'menabrak' putusan MA meskipun itu harus mengintervensi independensi MA sebagai lembaga tinggi negara," ucapnya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengaku prihatin terhadap sejumlah putusan Mahkamah Agung yang justru memotong hukuman para koruptor melalui mekanisme peninjauan kembali (PK).
Dia melanjutkan, KPK telah mencatat 20 koruptor menerima pengurangan hukuman dari MA melalui putusan PK sepanjang 2019-2020. Sementara, sebanyak 38 perkara yang ditangani KPK sedang dalam tahap pengajuan PK.
"Sejak awal fenomena ini muncul, KPK sudah menaruh perhatian sekaligus keprihatinan terhadap beberapa putusan PK Mahkamah Agung yang trend nya menurunkan pemidanaan bagi para koruptor," ujarnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020