Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (PT CMI Teknologi) Rahardjo Pratjihno dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tahun anggaran 2016.
Proyek tersebut adalah pengadaan "Backbone Coastal Surveillance System" (BCSS) yang terintegrasi dengan "Bakamla Integrated Information System" (BIIS) yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp63,829 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Rahardjo Pratjihno terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan di pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat.
Baca juga: Swasta dalam pengadaan di Bakamla merugikan negara Rp63,829 miliar
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan primer pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menghukum terdakwa dengan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp60,32 miliar dengan ketentuan jika dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dan jika tidak mempunyai harta benda yang cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun," tambah jaksa Takdir.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dari perbuatan Rahardjo.
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak merasa bersalah dan memberikan keterangan berbelit-belit dalam persidangan, terdakwa tidak mempunyai itikad baik mengembalikan hasil tindak pidana korupsi yang telah dinikmatinya," tambah jaksa.
Sedangkan hal yang meringankan adalah ia sudah berusia lanjut, belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga.
Baca juga: JPU KPK limpahkan berkas perkara Dirut CMIT Rahardjo Pratjihno
Terdakwa Rahardjo Pratjihno sendiri tidak hadir di pengadilan Tipikor namun mengikuti sidang dari gedung KPK melalui "video conference". Hanya ada JPU KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum yang bersidang di pengadilan.
JPU KPK menyatakan Rahardjo dan PT CMI Teknologi menikmati keuntungan sebesar Rp60,329 miliar dan juga memperkaya orang lain yaitu bekas staf khusus (narasumber) bidang perencanaan dan keuangan Bakamla Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar.
PT CMI Teknologi adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha pengadaan produk-produk teknologi komunikasi dan telah beberapa kali menjadi rekanan (penyedia barang/jasa) bagi instansi pemerintahan.
Awalnya pada Maret 2016, Rahardjo mengusulkan kepada Kepala Bakamla saat itu Arie Soedewo dan Kepala Pengelolaan Informasi Marabahaya Laut (KPIML) Bakamla Arief Meidyanto agar Bakamla mempunyai jaringan backbone sendiri (independen) yang terhubung dengan satelit dalam upaya pengawasan keamanan laut atau "Backbone Surveillance" yang terintegrasi dengan BIIS.
Baca juga: KPK tahan Dirut PT CMIT tersangka kasus proyek di Bakamla
Bakamla mengajukan RAPB-P 2016 senilai total Rp400 miliar untuk pengadaan proyek tersebut. Ali Fahmi lalu berkoordinasi dengan pihak-pihak di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Direktorat Jenderal Anggaran dan Kementerian Keuangan sebelum pembahasan anggaran di Komisi I DPR.
PT CMI Teknologi lantas keluar sebagai pemenang lelang pekerjaan pengadaan "BCSS yang terintegrasi dengan BIIS" Bakamla TA 2016 dengan nilai penawaran Rp397,006 miliar. Namun pada Oktober 2016, Kemenkeu hanya menyetujui anggaran BCSS tersebut sebesar Rp170,579 miliar.
PT CMI Teknologi lalu melakukan subkon dan pembelian sejumlah barang yang termasuk pekerjaan utama ke 11 perusahaan.
Baca juga: Kasus proyek di Bakamla, Dirut CMIT Rahardjo Pratjihno segera disidang
Hingga batas akhir 31 Desember 2016, Rahardjo tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut, bahkan ada sejumlah alat yang baru dapat dikirim dan dilakukan instalasi pada pertengahan 2017.
Namun PT CMI Teknologi tetap dibayar yaitu sebesar Rp134,416 miliar. Dari jumlah tersebut, ternyata biaya pelaksanaan hanya sebesar Rp70,587 miliar sehingga terdapat selisih sebesar Rp63,829 miliar sebagai yang merupakan keuntungan dari pengadaan backbone di Bakamla.
Nilai keuntungan tersebut dikurangi dengan pemberian kepada Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi sebesar Rp3,5 miliar sehingga Rahardjo selaku pemilik PT CMI Teknologi mendapat penambahan kekayaan sebesar Rp60,329 miliar.
Pengadaan "backbone" yang dilaksanakan oleh PT CMI Teknologi tersebut pada akhirnya tidak dapat dipergunakan sesuai tujuan yang diharapkan karena kualitas sistemnya belum berfungsi dengan baik, sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan fisik oleh Tim Ahli Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tanggal 29 Oktober 2019 yang menyatakan bahwa meskipun semua "Bill of Material" yang telah dijanjikan dalam kontrak dapat dipenuhi oleh kontraktor namun secara fungsi tidak dapat didemonstrasikan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.
Baca juga: KPK panggil dua tersangka suap proyek di Bakamla
Baca juga: KPK konfirmasi tersangka penerimaan uang suap proyek di Bakamla
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020