Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto mengatakan Komisi VI DPR menunda pembentukan Panitia Kerja (Panja) perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) karena DPR masih terfokus pada agenda penyelesaian kasus Bank Century.
"DPR sepakat akan membentuk Panja ACFTA setelah masa reses pada pekan kedua April," kata Airlangga Hartarto di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.
Dijelaskannya, rencana pembentukan Panja ACFTA sudah direncanakan Komisi VI sejak Januari lalu setelah melakukan rapat kerja dengan menteri-menteri perekonomian, tapi hingga saat ini masih tertunda.
Menurut dia, Panja ACFTA yang akan dibentuk Komisi VI bertugas memantau jalannya pembicaraan ulang (renegosiasi) ACFTA, mengawasi pemerintah dalam mempersiapkan daya saing produk industri Indonesia, serta memantau sejauh mana produksi industri Indonesia bisa berjuang menghadapi persaingan dengan produk industri China yang ramai di pasar Indonesia.
"Panja ACFTA akan berlaku efektif pada masa sidang berikutnya yakni mulai April 2010," katanya.
Dikatakannya, meskipun hingga saat ini belum terbentuk Panja ACFTA tapi Komisi VI DPR telah melakukan serangkaian pengawasan, terutama yang terkait persiapan renegosiasi terhadap 228 pos tarif yang memiliki daya saing lemaqh terhadap produk industri dari China.
"Saat ini pemerintah sedang melakukan pengawasan dan supervisi terhadap pelaku industri dari 228 pos tarif tersebut," kata Airlangga.
Ditegaskannya, anggota Komisi VI dari seluruh fraksi mendukung penuh rencana pembentukan Panja ACFTA, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Golkar Bobby Aditya Rizaldy mengatakan, pemerintah hendaknya lebih memprioritaskan pemanfaatan energi untuk kebutuhan dalam negeri daripada diekspor ke negara lain.
"Industri di dalam negeri seperti industri pertanian dan makanan, serta UMKM sangat membutuhkan pasokan industri guna meningkatkan daya saing terhadap produk dari China," katanya.
Ia mengimbau, pemerintah agar mendahulukan kepentingan industri dalam negeri guna meningkatkan daya saing serta mempertahankan keberlangsungan industri khususnya industri pertanian dan produk makanan.
Menurut dia, revitalisasi industri pertanian dan produk makanan ini perlu mendapat dukungan agar harga pupuk di dalam negeri bisa lebih murah sehingga bisa lebih kompetitif.
Harga pupuk di dalam negeri, kata dia, sangat tergantung pada gas yang menjadi sumber energi pengolahannya.
Jika harga gas di dalam negeri mahal dan pasokannya tidak mencukupi, maka harga pupuk akan menjadi mahal.(T.R024/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010