Jayapura (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Mahasiswa Mamberamo Tami (Asmamta) Papua, Franklin Wahey, meminta Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua, agar tidak mengurusi politik salah satunya memberi statement politik terkait situasi politik di Tanah Papua.
"SMPT sebagai organisasi yang mengkaderkan mahasiswa menjadi pemimpin di dunia kampus diminta untuk tidak memberi statement politik terkait situasi politik di Tanah Papua," katanya kepada ANTARA Jayapura, Selasa.
Ia menjelaskan, situasi politik di Papua saat ini yang sedang sarat dengan persaingan kandidat dan partai politik yang memperebutkan kursi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), sehingga SMPT sebagai lembaga kampus jangan sampai ikut di dalamnya.
"Silahkan saja kita menyikapinya, akan tetapi sebagai wadah mahasiswa jangan memberi statement politik yang bukan tujuan organisasinya," tegas Franklin Wahey.
Franklin Wahey juga mengajak semua pihak di Papua agar tidak memperkeruh suasana politik di Papua, dan bersama mengawal dan menjaga proses politik lewat Pilkada nanti, demi kemajuan Papua dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Jangan asal memberi pernyataan, tetapi mari kita melihat makna yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, dalam hal ini perlu memberikan kesempatan kepada orang asli Papua," ujarnya.
Sementara sekretaris Asmamta, Robert Manggo, mengakui adanya perbedaan pemahaman dalam memaknai Otsus di Papua, sehingga perlu ada keberpihakan dan kesepahaman serta bukan saling membedakan sesama anak bangsa Papua dari manapun asalnya.
"Makna keberpihakan adalah memberi ruang dan saling menghargai perbedaan tersebut," kata Robert Manggo.
Asmamta merupakan gabungan himpunan mahasiswa dari lima kabupaten dan satu kota di Papua yang berada dalam wilayah adat Mamberamo dan Tami, Papua.
Kabupaten/kota dimaksud antara lain, Kabupaten Jayapura, Sarmi, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, dan Kota Jayapura.
Sebelumnya, ketua SMPT Uncen, Decki Ovide, mengeluarkan pernyataan menyikapi masalah pilkada Papua, yang antara lain mengatakan keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang mengharuskan pejabata Bupati dan walikota serta wakilnya harus orang asli apua, belum bisa digunakan dalam pilkada Papua, karena masih harus menunggu Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) sebagai aturan pelaksanan UU Otsus.
Sesuai kalender dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam tahun 2010 ini, akan dilakukan pilkada di 21 kabupaten/kota di Papua. (MBK/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010