Jakarta (ANTARA News) - Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto minta Jaksa Agung Hendarman Supandji memeriksa pengaduan mantan Kepala Suku Dinas (Sudin) Koperasi dan UKM Jakarta Pusat, Dasril Hasibuan.

Sebelumnya Dasril dituduh menggelembungkan (mark up) pembebasan tanah di kawasan Johar Baru dari Rp5,5 miliar menjadi Rp7,3 miliar tahun 2004.

"Satgas memandang perlu mendengarkan penjelasan dari saudara Jaksa Agung atas penanganan perkara tersebut. Kami juga minta saudara Jaksa Agung dapat melakukan pemeriksaan internal terkait pengaduan tersebut dan mengkomunikasikannya dengan Satgas," kata Dasril Hasibuan kepada ANTARA di Jakarta, Senin, ketika mengutip isi surat Kuntoro kepada Jaksa Agung terkait kasus hukum yang menderanya.

Dalam surat tersebut, Kuntoro juga menyampaikan foto kopi surat pengaduan atau laporan Dasril termasuk dokumen-dokumen terkait lainnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin Kuntoro untuk memberantas mafia di bidang hukum termasuk yang ada di jajaran Kejaksaan Agung.

Kuntoro juga minta Hendarman untuk menunjuk seorang pejabat yang dapat dihubungi Satgas setiap saat untuk melaporkan perkembangan penanganan pengaduan ini.

Dasril menjelaskan bahwa dirinya menyampaikan pengaduan kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tanggal 30 November 2009. Dasril merasa sangat gembira karena pengaduannya itu ditanggapi secara positif oleh Kuntoro.

Dalam pengaduannya itu, Dasril melaporkan Jaksa Kasintel Bambang Hariyanto dan Tim Penyidik Sugeng Riyanta dan kawan-kawan.

Ketika menguraikan kasus hukum yang dideritanya itu, Dasril menyebutkan masalah ini mulai timbul ketika Suku Dinas Koperasi dan UKM Jakarta Pusat membebaskan sebidang tanah di Jalan Johar Baru yang luasnya kurang lebih 2700 meter persegi yang merupakan milik keluarga Muslim Sumardiono. Setelah melalui proses perundingan yang cukup panjang akhirnya disepakati berlangsungnya transaksi.

"Transaksi dilakukan dengan harga total Rp7,3 miliar, tidak termasuk pajak dan kas bon pemilik tanah sekitar Rp300 juta," katanya.

Dasril kemudian mengatakan, "Setelah transaksi, pemilik tanah membuat pernyataan tertulis bermeterai yang menyatakan bahwa tidak ada pemotongan dari Rp7,3 miliar tersebut kecuali yang menjadi kewajibannya, berupa pemotongan pajak yang dilaksanakan sesuai prosedur".

Bahkan, tegasnya, pada 2005, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Daerah DKI Jakarta menyatakan tidak ada penyimpangan dalam proses pembebasan tanah ini.

Namun ternyata, pada akhir tahun 2006, bekas pemilik tanah dengan dukungan beberapa LSM mengadu kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat bahwa telah terjadi kekurangan pembayaran dan adanya mark up dalam proses pembebasan tanah tersebut.

Ancaman

Dasril Hasibuan kemudian mengungkapkan oknum jaksa dari Kejari Jakarta Pusat mengancam bendahara Watini dengan menyatakan bahwa THR bagi karyawan Suku Dinas Koperasi bersumber dari hasil pembebasan tanah itu.

Bahkan tidak hanya Watini, tapi juga sekitar 30 karyawan diperiksa dan diperintahkan untuk mengakui bahwa THR itu berasal dari hasil pembebasan tanah di Johor Baru.

"Watini didesak untuk mengisi kuitansi kosong," kata Dasril sambil mengungkapkan bahwa jika Watini tidak mau mengaku, maka para jaksa akan mengarahkan tuduhan mark up itu kepada Watini..

Akhirnya Dasril ditahan mulai 29 Maret 2007 sekitar 90 hari di LP Cipinang.

Dasril minta kepada Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk melaksanakan permintaan Ketua Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto karena kasus ini telah menimbulkan kerugian besar baik moril maupun materiil terhadap keluarganya.

Akibat ulah para jaksa itu, dirinya diberhentikan dari jabatannya.

(T.A011/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010