Saya minta Ditjenbun, dinas yang membawahi perkebunan tingkat provinsi dan kabupaten untuk benar-benar membina dan mendampingi petani supaya produktivitasnya semakin meningkat
Jakarta (ANTARA) - Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (Popsi) menyatakan pemerintah perlu meningkatkan pendampingan dan pembinaan terhadap petani sawit karena mereka masih menghadapi berbagai macam persoalan di sektor sawit.
Ketua Dewan Pembina Popsi Gamal Nasir di Jakarta, Kamis menyatakan berbagai persoalan yang dihadapi petani sawit salah satunya produktivitas yang rendah sehingga membuat pendapatan dari kelapa sawit menjadi rendah.
Mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu menyebutkan Sensus Pertanian tahun 2013 menunjukkan hanya 8 persen petani kelapa sawit yang mendapat penyuluhan, 72 persen tidak menjadi anggota kelompok tani, 85 persen tidak jadi anggota koperasi, 86 persen tidak bermitra, 77 persen tidak menerima bantuan apapun.
"Saya minta Ditjenbun, dinas yang membawahi perkebunan tingkat provinsi dan kabupaten untuk benar-benar membina dan mendampingi petani supaya produktivitasnya semakin meningkat,” katanya dalam webinar “Peningkatan Produktivitas dan Upaya Mengatasi Buah Trek Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat” yang diselenggarakan POPSI dan Media Perkebunan.
Ketua Popsi Pahala Sibuea menyatakan, produktivitas sawit rakyat ditentukan oleh bibit, kesehatan tanah, cuaca/iklim, kesehatan tanaman, pupuk dan SDM petani.
"Intervensi bisa dilakukan pada peningkatan SDM petani dengan penyuluhan, pelatihan, pendampingan dan pemberian subsidi pupuk pada petani kelapa sawit," katanya.
Dikatakannya, pihaknya memiliki program sosialisasi regulasi ke petani dan menselaraskan isu-isu kebijakan atau regulasi yang mempunyai dampak pada perkebunan kelapa sawit rakyat, memastikan kehadiran pemerintah dan perusahaan dalam memperbaiki tata kelola perkebunan sawit rakyat.
Menurut Ketua SPKS Seruyan Kalteng Arif Mansyur Rosadi, masalah petani saat ini adalah banyak yang belum mempunyai legalitas karena kebunnya berada dalam kawasan hutan.
"Dengan kondisi seperti ini jelas tidak mungkin bisa bersertifikasi ISPO dan RSPO. Pemerintah pusat sebaiknya benar-benar memperhatikan ini," katanya.
Petani juga mendapatkan harga TBS di bawah harga penetapan dinas perkebunan. Harga yang didapat kadang-kadang tidak seimbang dengan biaya produksi.
Pengetahuan petani tentang budidaya kelapa sawit juga minim. Penyuluhan baik dari PPL maupun dari perusahaan yang peduli pada petani juga mansin minim.
Petani juga mengalami terbatasnya akses pada sarana produksi pupuk dan bibit berkualitas. Hal ini merupakan masalah utama dalam upaya peningkatan produktivitas. Sampai sekarang belum ada perbaikan.
Senada dengan itu Ketua SPKS Kotawaringin Barat Jaka Suherman menyatakan masalah petani dimana-mana hampir sama sehingga diperlukan solusi pemerintah untuk memuliakan petani.
Saat ini petani sulit untuk meningkatkan produktivitas, karena pendapatan dari kebun seluas 2-4 ha harus dibagi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari dan kebutuhan kebun.
"Oleh karena itu harus dibuat kebijakan bagaimana petani bisa hidup lebih baik dan berkelanjutan," katanya.
Baca juga: Gapki paparkan pentingnya kemitraan dongkrak daya saing sawit
Baca juga: Peneliti: Keluarga pekebun sawit skala kecil belum sejahtera
Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020