Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan luasan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPB) Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 Periode II dari sebelumnya 66,32 juta hektare (ha) menjadi 66,28 juta ha.
"Ini peta baru keluar untuk enam bulan ke depan. Prosesnya, semua kementerian/lembaga yang terlibat diminta bikin laporan atau update ke KLHK, karena enam bulan lagi petanya juga akan di-update lagi," kata Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Direktorat Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementeraian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Belinda Arunarwati Margono di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan luas PIPPIB per kriteria ha, katanya, maka diketahui sebelumnya kawasan hutan yang dihentikan pemberian izinnya di PIPPIB 2020 Periode I mencapai 51,24 juta ha, sedangkan di periode II menjadi 51,26 juta ha. Sementara itu, khusus untuk lahan gambut sebelumnya ditetapkan luas yang dihentikan pemberian izinnya mencapai 5,38 juta ha, kini menjadi 5,31 juta ha.
Sementara untuk hutan alam primer, di periode I, KLHK menghentikan pemberian izin di kawasan seluas 9,69 juta ha, sedangkan di periode II menjadi 9,70 juta ha. Sehingga jika ditotal ada pengurangan PIPPIB seluas 43.574 ha.
"Proses pembaharuan PIPPIB 2020 Periode II sudah selesai dilakukan. Dalam hal terjadi perbedaan antara peta dengan kondisi fisik di lapangan maka dimungkinkan untuk dilakukan survei lapangan," kata Belinda.
Penetapan luasan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4.945 tahun 2020 tentang Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 periode II.
Belinda menjelaskan jika pada SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan enam bulan lalu KLHK masih mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Tahun 2013, maka untuk PIPPIB 2020 Periode II berdasarkan pada SNI 2019.
"Kemudian kami sudah lakukan koordinasi lebih intensif dengan Kementerian ATR/BPN, sehingga perizinan yang diusulkan di kantor pertanahan wilayah itu bukan satu-satunya," ujar dia.
Menurut Belinda, perubahan tata ruang karena ada perubahan fungsi kawasan hutan menjadi hutan lindung atau konservasi bisa saja terjadi. Sementara untuk lahan gambut, dengan SNI yang lama indikatifnya memang lahan gambut, tapi ternyata setelah dilakukan pengecekan di lapangan tidak bisa disebut gambut karena kadar gambutnya hanya sesuai kriteria.
"Saya tidak menangani langsung, tapi teman-teman di Kementerian Pertanian berdasarkan SNI. Kalau hutan alam primernya memang naik luasannya karena ada perubahan fungsi, atau ada izin yang tidak lagi produktif kemudian dikembalikan lagi ke negara," ujar Belinda.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020