berdasarkan kesaksian dokter Karlania H Lusikoy menjelaskan dari awal perawatan kepada terdakwa tidak pernah memberikan obat apapun dikarenakan gejala putus narkotika

Jakarta (ANTARA) - Aktor peran Dwi Sasono selaku terdakwa penyalahgunaan narkoba meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar dapat mempertimbangkan pengurangan hukuman atas dirinya dari sembilan bulan tuntutan jaksa menjadi enam bulan.

Permintaan itu disampaikan dalam nota pembelaan atau pledoi yang dibacakan oleh tim penasehat hukumnya dalam persidangan yang digelar secara telekonferensi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

Tim penasihat hukum berpendapat bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang telah disampaikan oleh para saksi dan bukti surat hasil assesment dari tim terpadu yang menyatakan bahwa Dwi Sasono sebagai penyalahgunaan yang dapat menjalani rehabilitasi selama tiga hingga enam bulan.

Baca juga: Dituntut sembilan bulan sebagai penyalahguna, Dwi Sasono ajukan pledoi

"Bahwa sehubungan dengan lamanya menjalani masa pidana rehabilitasi sembilan bulan tersebut, menurut kami JPU sangat tidak memperhatikan fakta dalam persidangan sebagai dasar dan acuan JPU dalam melakukan penuntutan," kata Muhammad Firdaus, salah satu tim penasehat hukum Dwi Sasono saat membacakan pledoi.

Firdaus menjelaskan, tuntutan JPU tersebut menimbulkan pertanyaan apa dasarnya yang membuat JPU menuntut terdakwa menjalani rehabilitasi selama sembilan bulan, sedangkan fakta-fakta dalam persidangan yang telah terungkap membuktikan berbeda.

Lebih lanjut ia menyampaikan, selama terdakwa menjalani rehabilitasi medis di RSKO Cibubur ditemukan fakta bahwa Dwi Sasono tidak dalam taraf kecanduan dan Dwi Sasono dikategorikan sebagai pengguna rekreasional artinya bukan pengguna aktif.

Baca juga: JPU tuntut Dwi Sasono sembilan bulan pidana penjara rehabilitasi

"Bahwa berdasarkan kesaksian dokter Karlania H Lusikoy menjelaskan dari awal perawatan kepada terdakwa tidak pernah memberikan obat apapun dikarenakan gejala putus narkotika. Kalau berdasarkan kesaksian saksi menyatakan bahwa untuk kasus terdakwa ini, untuk perawatan membutuhkan waktu paling lama tiga bulan," kata Firdaus.

Sejalan dengan kesaksian di atas, lanjut dia, ahli dokter Ilyas (saksi lainnya) menjelaskan untuk menentukan lamanya seorang terdakwa menjalani rehabilitasi maka yang Mulia Majelis Hakim harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi dari terdakwa, sehingga sudah sangat tepat apabila Majelis Hakim mempertimbangkan keterangan ahli bidang kedokteran yang tertuang dari hasil asesmen dan juga dapat mempertimbagkan dokter yang merawat terdakwa di RSKO.

Merujuk keterangan saksi dokter Karlania, terdakwa dapat menjalani rehabiltas pada RSKO selama tiga bulan, dan dihubungkan dengan surat hasil asesmen dari tim terpadu Nomor R/132/VIKA/RH.00.04/2020/BNNK Jaksel tanggal 3 Juni 2020 menyatakan bawah terdakwa didiaknosa F12, serta memberikan rekomendasi yang pada intinya menyatakan terdakwa dapat menjalanakn proses rehabilitasi rawat inap guna mendapatkan perawatan pengobatan baik secara medis maupun sosial selama tiga bulan maupun enam bulan di RSKO Cibubur.

Baca juga: Pemasok ganja untuk Dwi Sasono masih diburu polisi

"Maka oleh karenanya dapat dilihat kesesuaian analisa antara kesaksian dari dokter yang melakukan perawatan dengan hasil rekomendasi dari tim asesmen terpadu yang pada intinya mengatakan terhadap terdakwa dapat menjalani rehabilitas selama tiga hingga enam bulan," kata Firdaus.

Usai membacakan pledoinya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Hakim Suharno menanyakan tanggapan JPU terhadap pembelaan terdakwa.

JPU Donny M Sani menanggapi secara lisan yang pada pokoknya tetap pada tuntutannya yakni menuntut terdakwa sembilan bulan pidana penjara dengan ketentuan wajib rehabilitasi sebagai mana diatur dalam Pasal 127 ayat 1 a, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkoba.

Setelah mendengarkan tanggapan kedua belah pihak, Majelis Hakim menunda sidang untuk pembacaan putusan pada Kamis tanggal 8 Oktober 2020 mendatang.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020