Di yayasan yang membawahi lima lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Diniyah (MD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ini fasilitas olahraga sangat terbatas.
"Kalau lapangan untuk olah raga memang sudah ada, yaitu menggunakan lahan masyarakat sekitar. Namun peralatan olah raganya yang belum memiliki sama sekali," kata Kepala SMK Darul Falah, Misnadi, S.Pdi, Sabtu.
Menurut dia, keterbatasan sarana olahraga itu bukan hanya pada lembaga pendidikan tingkat SMK, namun semua lembaga pendidikan yang ada di yayasan penampung anak keluarga miskin itu.
Selama ini, kata Misnadi, pihaknya hanya mempraktekkan olahraga senam. Sebab hanya jenis olah raga ini yang memungkinkan untuk digelar. Sedang jenis olah raga lain, seperti sepak bola, sepak takraw, bulu tangkis dan bola volly tak pernah dipraktikkan.
Akibatnya, sambung Misnadi, para siswa di sekolah itu tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang olahraga. "Jadi kami hanya mengajarkan mereka teori karena hanya itu yang bisa kami lakukan," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala SMP di lembaga itu, Saheruddin.
Disamping fasilitas olah raga yang belum memadai, hal lain yang juga menjadi kendala belum ada guru khusus di bidang olahraga. Guru yang mengajar olahraga, kata dia, hanya guru yang pernah mengikuti Diklat keolahragaan.
Kondisi ketersediaan fasilitas oleh raga ini jauh berbeda dengan kondisi lembaga-lembaga pendidikan yang ada di kota. Seperti di SMA Negeri 1, SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3 Pamekasan. Demikian juga di tingkat SMP, mulai SMP Negeri 1 hingga SMP Negeri 7 Pamekasan.
Di lembaga-lembaga pendidikan ini semua fasilitas olahraga tersedia dengan lengkap. Seminggu sekali masing-masing kelas melakukan praktik olah raga yang dibimbing oleh guru olahraga mereka.
Tidak hanya lembaga pendidikan negeri, lembaga pendidikan swasta di kota juga memiliki sarana olahraga yang cukup memadai.
Anggota komisi D DPRD Pamekasan, Iskandar, menyatakan, kondisi semacam itulah yang menyebabkan adanya ketimpangan antara pendidikan di kota dengan di desa. Sehingga banyak warga desa akhirnya memilih menempuh pendidikan di kota dibanding harus belajar di lembaga pendidikan yang ada di desanya.
Pemerintah, kata Iskandar, seharusnya juga memberikan perhatian terhadap lembaga-lembaga pendidikan swasta yang ada di desa, bukan hanya terfokus pada pendidikan negeri di kota saja.
"Apalagi antara pendidikan negeri dan swasta jauh lebih banyak," katanya.
Disamping itu, kata dia, pemerataan pendidikan sebagaimana sudah menjadi cita-cita pemerintah tidak akan terlaksana. Padahal, yang diinginkan ke depan adanya pemerataan pendidikan antara kota dan desa. (ZIZ/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010