Mataram (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), H. Moh. Mahfud MD, mengatakan, unsur legislatif, eksekutif dan yudikatif di Indonesia sedang sakit.

Mahfud mengemukakan hal itu ketika berkunjung ke Gedung Graha Pena Lombok Post, di Mataram, Sabtu siang, sebelum bertolak ke Jakarta setelah melakukan kunjungan dua hari ke Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kunjungannya di Gedung Graha Pena Lombok Post itu dilakukan setelah menjadi pembicara kunci pada Seminar Hukum dan Hukum Adat Dalam Sistem Ketatanegaraan RI, yang diselenggarakan di Bima terkait peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Jumat (26/2).

Pada Sabtu (27/2) pagi, Mahfud sempat berpidato di hadapan warga Bima saat menghadiri acara seremonial peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang berlangsung di Museum Kerajaan Mbojo.

"Legislatif kita sedang sakit karena proses rekrutmennya tidak sehat, misalnya selalu terjadi transaksi-transaksi politik yang tidak kredibel. Terus terang kalau kita mengharapkan aspirasi kita disalurkan ke legislatif maka aspirasi itu akan digoreng dan dijual untuk kepentingan politik," ujarnya.

Namun, bagaimana pun sakitnya unsur legislatif itu tidak boleh dihilangkan, malah harus tetap dihormati, karena kalau legislatif tidak ada maka tak akan bisa membangun demokrasi.

Karena itu, kata Mahfud, jangan sampai ada pikiran untuk menghapus legislatif sebagaimana pandangan masyarakat banyak dalam berbagai dialog interaktif, karena itu tidak benar atau bertentangan dengan konstitusi.

Mahfud juga menggambarkan kondisi eksekutif yang juga tengah dilanda sakit baik di tingkat pusat hingga daerah.

Indikasinya, menurut Mahfud, yakni maraknya praktik KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) yang masih sering terjadi, feodalisme atau sikap-sikap feodal yang masih terjadi, bahkan transaksi politik juga dilakukan kalangan eksekutif.

"Sehingga, seperti kita (Indonesia, Red) tidak mampu bergerak untuk menjadi bersih atau lebih bersih atau bebas dari KKN yang masih banyak terjadi itu. Saya sering ke daerah dan mendapatkan pengakuan masyarakat bahwa sekarang masih sama seperti zaman orde baru," ujarnya.

Demikian pula unsur yudikatif yang menurut Mahfud, lebih "gila" lagi karena lembaga peradilan seperti tempat jual-beli perkara, meskipun telah ada upaya untuk memperbaikinya.

"Kalau kita lihat laporan ICW dan tindakan MA yang menjatuhkan sanksi kepada para hakim, itu membuktikan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini yudikatif kita masih sakit," ujarnya.

Mahfud kemudian menyatakan bahwa sesunguhnya terdapat empat pilar demokrasi yakni legislatif, eksekutif, yudikatif dan pers dalam perannya sebagai civil society.

Namun dari empat pilar itu, Mahfud mengaku meragukan kredibilitas ketiga pilar itu atau hanya memercayai pers, meskipun ia merupakan bagian lembaga yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi.

Pers dimata Mahfud MD, masih sebagai lembaga publik yang tetap memegang teguh kebenaran, dan pers yang dapat diandalkan untuk mengobati ketiga pilar demokrasi yang sedang sakit itu.

"Itu sebabnya kalau kunjungan ke daerah-daerah, saya selalu menyempatkan diri ke media massa karena saya percaya pers masih bersih, meskipun ada sedikit yang nakal tetapi masih bisa diperbaiki," ujarnya.
(ANT/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010