Kendari (ANTARA News) - Perdagangan pakaian bekas atau biasa disebut "RB" (rombengan) oleh warga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, tetap laris dan disukai konsumen dari kalangan berpenghasilan rendah hingga kalangan berduit, meksi pemerintah setempat menyebutnya ilegal.
Pantauan di Kota Kendari, Sabtu, tiga pasar induk di Kota Kendari --Pasar Sentral Kota Lama, Mandonga dan Wuawua-- dan bahkan pasar tradisional pasti ditemukan aktivitas penjualan pakaian bekas yang dijual setiap hari dengan kualitas barang bermerek dan harga sangat terjangkau.
Meski laris, pakaian bekas dari luar negeri ini menjadi polemik karena Dinas Perindustrian dan Perdagangan pemerintah daerah menyatakan pakaian "RB" ilegal, sebaliknya pihak keamanan dan pengusaha menyebutnya sah dan malah mengantongi izin resmi memperdagangkannya.
Sebut saja "TN", pengusaha RB di Kota Kendari, yang setiap bulannya mensuplai pakaian dari luar negeri dan membongkar secara transparan kiriman dari luar negerinya di Pelabuhan Lapuko, Kabupaten Konawe Selatan.
Rusmin, seorang warga yang bermukim di sekitar pelabuhan, memberi kesaksian bahwa jumlah pakaian "RB" yang dibongkar di pelabuhan bisa ratusan bal setiap bulan, lalu dimuatkan ke truk besar untuk dibawa ke Kota Kendari dan beberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara.
"Sepengetahuan saya, pakaian RB itu berasal dari Wanci, Kabupaten Wakatobi yang kemudian disuplai ke sejumlah pelabuhan di Tanah Air termasuk pelabuhan Lapuko," kata Rusmin.
Rusmin mengungkapkan, pembongkaran pakaian "RB" untuk kemudian diturunkan ke kendaraan yang sudah parkir, kadang di bawah sorotan dan pengawasan petugas berseragam, termasuk polisi.
Namun, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dispperindag Sulawesi Tenggara, H Sahibo menyebut aktivitas bongkar muat "RB" yang dilakukan pengusaha "RB" yang berinisial "T" tidak memiliki izin, apalagi dokumen resmi.
"Yang jelas bahwa barang-barang yang dibongkar itu tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API), tidak ada nama terang pengekspor maupun penerima barang serta tidak tidak melalui dan mengetahui pihak Bea Cukai, dan tidak melalui pelabuhan Nusantara (Pelabuhan ekspor-impor)," katanya.
Sahibo menyebut aktivitas perdagangan pakaian bekas tersebut adalah ilegal, karena jika mengikuti prosedur resmi maka barang dari luar negeri masuk ke dalam negeri harus terdaftar dan melalui prosedur undang-undang.
Dia menengarai, pengusaha itu malah mendapat keleluasan untuk bongkar muat di perairan Sultra, bahkan pakaian bekas itu dirancang supaya lolos dari proses pemeriksaan, padahal pasokan RB itu jelas-jelas dari luar negeri. (*)
A056/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010