Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kebidanan dan kandungan menyarankan untuk memilih fasilitas kesehatan yang tepat sebelum memutuskan untuk memasang atau melepas alat kontrasepsi di tengah pandemi COVID-19.
"Pilihlah fasilitas kesehatan yang memiliki proteksi pelindungan dan keamanan diri yang baik," kata Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Putri Deva Karimah dari RS Pondok Indah kepada ANTARA melalui surel, Rabu.
Namun, dia menyarankan konsultasi jarak jauh (telemedicine) dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan terlebih untuk mengetahui apakah ada keharusan untuk segera memasang, melepas atau mengganti alat kontrasepsi.
"Apabila tidak darurat dan harus segera melepas atau memasang KB, sebaiknya ditunda terlebih dahulu," ujar dia.
Baca juga: Kemarin, Titi Rajo Bintang melahirkan hingga jenis-jenis kontrasepsi
Baca juga: Yang perlu diketahui sebelum memilih metode kontrasepsi
Menurut Putri, pemilihan alat kontrasepsi disesuaikan dengan kenyamanan setiap pasien. Setiap orang bisa punya pilihan berbeda, mulai dari pil hormonal, spiral hormonal, suntikan kontrasepsi, implan kontrasepsi, spiral hingga kondom.
Untuk mengetahui metode kontrasepsi yang cocok bagi setiap pasien, perlu dilakukan konsultasi atau konseling dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan sebelum memilih jenis kontrasepsi.
"Karena setiap metode KB memiliki persyaratan atau kriteria yang berbeda. Umumnya dokter akan menanyakan penyakit penyerta yang dimiliki pasien dan melakukan pemeriksaan USG bila diperlukan," ujar dia.
Dari berbagai pilihan, Putri menyarankan pasangan untuk memilih kontrasepsi jangka panjang sehingga tidak perlu sering bepergian ke rumah sakit demi menekan risiko terinfeksi virus corona.
"Seperti implan atau spiral, dan apabila memilih KB hormonal, sebaiknya gunakan KB suntik."
Penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang juga cocok untuk pasangan yang sulit mengontrol diri dalam berhubungan.
Setiap metode kontrasepsi punya batas waktu efektivitas. Dia mencontohkan, implan dan spiral (intra uterine device) disarankan untuk diganti setelah 5-7 tahun.
"Proses pelepasan dan pemasangan bisa dilakukan langsung selama pasien tidak memiliki keluhan, tidak hamil, dan layak untuk dipasang kembali berdasarkan penilaian dokter spesialis kebidanan dan kandungan."
Ada pula metode kontrasepsi yang bersifat permanen atau seumur hidup, seperti tubektomi (pemotongan saluran telur pada wanita) dan vasektomi (pemotongan dan pengikatan saluran sperma pada pria).
"Penggunaan kontrasepsi hormonal jangka panjang juga dapat diberikan, namun tentu dalam pengawasan dokter spesialis kebidanan dan kandungan," kata dia.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan saat ini pemanfaatan akses layanan digital melalui aplikasi KlikKB juga sudah dilakukan.
Melalui aplikasi ini, bidan bisa memantau waktu klien akseptor mendapatkan kembali layanan kontrasepsi. Cara ini juga menghindari terjadinya putus sambung layanan kontrasepsi yang bisa berujung kehamilan tak diinginkan.
Permintaan layanan kontrasepsi sempat turun pada Januari hingga Mei lalu akibat pandemi COVID-19, namun, pada 29 Juni lalu bertepatan dengan Hari Keluarga Nasional permintaan pada layanan mulai naik signifikan.
Data BKKBN menunjukkan, sekitar lebih dari satu juta orang mendapatkan layanan kontrasepsi serentak atau melebihi target satu juta akseptor.
Saat ini, sebagian besar pengguna kontrasepsi di Indonesia didominasi suntik dan pil yakni 70 persen yang terbagi sebanyak 45-50 persen untuk suntik dan dan pil sekitar 25-30 persen.
Baca juga: BKKBN fokuskan target metode kontrasepsi jangka panjang
Baca juga: Mengakses layanan kontrasepsi secara aman di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: BKKBN-Bayer luncurkan edukasi kontrasepsi bagi perempuan petani
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020