Kami pun saat ini berusaha untuk hilirisasi produk atau tak terhenti hanya menghasilkan pada produk bubur kertas saja, seperti mulai memproduksi ivory paper dan mechanical paper
Kayuagung (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir terus mendorong peningkatan ekspor dari pabrik bubur kertas PT OKI Pulp & Paper meski telah melewati target 32 persen dari total ekspor nonmigas Sumatera Selatan.
Bupati Ogan Komering Ilir Iskandar di Kayuagung, Selasa (29/9), mengatakan pemkab sedari awal memberikan jaminan investasi kepada anak perusahaan Sinar Mas tersebut.
“Karena ada jaminan investasi itulah yang membuat mereka (PT OKI Pulp & Paper, red.) mau berinvestasi. Kami memberikan kepastian keamanan dan kestabilan ekonomi di daerah,” kata dia.
Ia mengatakan dengan dorongan itu maka perusahaan dapat terus meningkat ekspor. Apalagi saat ini telah mengoperasikan Pelabuhan Tanjung Tapa di Kecamatan Tulung Selapan, yang berada dalam satu kawasan Hutan Tanam Industri perusahaan itu.
“Dengan dioperasionalkannya pelabuhan ini, artinya jalur logistik dari OKI Pulp & Paper semakin lancar, sehingga volume ekspor dipastikan akan terus bertambah di masa datang,” kata dia.
Ia mengatakan dampak positif yang paling nyata dari peningkatan ekspor itu peningkatan pendapatan asli daerah.
“Selain itu, dampak positif dari investasi ini dipastikan juga mengalir ke seluruh sektor kehidupan masyarakat OKI (Ogan Komering Ilir), mulai dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan PAD, dan kesejahteraan rakyat,” kata dia.
Produk bubur kertas produksi PT OKI Pulp & Paper di Kabupaten Ogan Komering Ilir telah mendominasi 36 persen dari ekspor nonmigas Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik setempat pada awal September 2020.
Baca juga: Pabrik baru PT OKI dongkrak ekspor kertas Rp20 triliun
Anak perusahaan Sinar Mas Grup yang memiliki wilayah operasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir itu, secara bertahap meningkatkan ekspor sejak beroperasi pada 2017.
“Kegiatan produksi kami tetap berjalan selama pandemi karena ada permintaan tinggi dari Tiongkok. Bisa dikatakan ekspor kami tidak terlalu berpengaruh besar kondisi ini, masih normal,” kata Staf Public Affair Dept PT OKI Pulp & Paper, Afris, di Palembang, Selasa (29/9), saat rilis perkembangan ekspor impor Sumsel dengan penjabat BPS setempat secara virtual.
Namun, ia tak menyangkal bahwa sejatinya perusahaan menargetkan dapat mendominasi hingga 40 persen dari ekspor Sumsel pada 2020.
Lantaran pandemi COVID-19 yang memaksa sejumlah negara tujuan ekspor menutup sementara pintu perdagangan, membuat target tersebut sulit terwujud tahun ini.
Akan tetapi, ia melanjutkan, seiring dengan mulai normalnya perdagangan antarnegara, perusahaannya optimistis dapat mewujudkan target peningkatan ekspor hingga 40 persen itu pada 2021.
“Kami pun saat ini berusaha untuk hilirisasi produk atau tak terhenti hanya menghasilkan pada produk bubur kertas saja, seperti mulai memproduksi ivory paper dan mechanical paper,” kata dia.
Baca juga: Sinar Mas bangun pabrik pulp dan kertas terbesar se-Asia
Pabrik PT OKI Pulp & Paper resmi berproduksi pada 2017, yang disebut-sebut sebagai pabrik bubur kertas terbesar di Asia dengan teknologi terbaik dan terkini di dunia. Pabrik itu dibangun dengan investasi sebesar Rp40 triliun dengan target mengekspor dua juta ton pulp dan 500 ribu ton tisu dengan nilai mencapai 1,5 miliar dolar AS (Rp20 triliun) pada tahun pertama.
Pabrik itu berada di tengah-tengah hutan produksi HTI yang menjadi satu-satunya di dunia. Keberadaan APP OKI awalnya diperkirakan mendongkrak ekspor nonmigas Sumsel hingga melewati angka 32 persen, sedangkan PDRB sebesar 11 persen.
Untuk meningkatkan kinerja penjualannya, PT OKI Pulp & Paper belum lama ini mengoperasikan pelabuhan barang khusus bongkar muat produk tisu di Tanjung Tapa, Ogan Komering Ilir. Pelabuhan itu dibangun dengan menelan dana 200 juta dolar AS atau senilai Rp2,8 triliun.
Berdasarkan data BPS Sumsel nilai ekspor Sumsel melejit pada Agustus untuk pertanian dan industri, yakni masing-masing 56,81 persen (Agustus 2020 terhadap Juli 2020/mtm) meliputi ekspor buah-buahan, lada hitam dan ikan hidup hasil budi daya, dan 12,33 persen (mtm) meliputi karet remah, bubur kertas, dan pupuk urea.
Berbanding terbalik dengan kondisi yang dialami dua sektor utama lainnya, yakni pertambangan -2,93 persen (mtm) dan migas -37,47 persen (mtm).
Pada Januari-Agustus 2020, sektor nonmigas justru menjadi primadona di Sumsel dengan menyumbang 94,48 persen dari total ekspor senilai 314,02 juta USD.
Bubur kertas menjadi salah satu ekspor andalan Sumsel kini dengan sebagian besar dikirim ke Tiongkok dengan kenaikan 16,88 persen pada Agustus 2020 dengan nilai 115,71 juta USD.
"Hilirisasi produk sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, selama ini Sumsel selalu mengekspor bahan baku seperti karet dan batubara, tapi dengan adanya produk bubur kertas telah meningkatkan nilai tambah," kata Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsih pada rilis pers secara virtual.
Baca juga: Meski peremajaan pabrik, Toba Pulp optimis produksi capai 185.000 ton
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020