Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, Ari Yusuf Amir SH, mengatakan, peluang kliennya bebas sangat besar karena ada banyak celah dalam pengajuan banding.

"Dalam kasus ini kalau bicara hukum seharusnya Antasari bebas karena hakim tidak punya alat bukti untuk menghukum Antasari," kata Ari usai menjadi pembicara dalam diskusi "Carut Marut Hukum, Orang Lemah Jadi Korban" di Jakarta, Kamis.

Selain itu, Ari menilai hakim tidak yakin dalam mengambil keputusan. Hal ini terlihat dari perubahan masa hukuman yang diberikan.

"Tadinya hukum mati, lalu jadi 18 tahun. Itu indikasi hakim ragu," ujar Ari.

Menurut Ari, Antasari memiliki banyak celah karena banyak fakta yang tidak diungkapkan, seperti peristiwa di Jl Mahakam yang dianggap hakim tidak ada hubungannya.

"Celahnya banyak, apalagi keputusan itu hanya berdasarkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) bukan dari fakta persidangan jadi dasarnya lemah," tutur Ari.

Ari mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah materi untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta pada Kamis (4/2).

"Kami sudah meminta berita acara sidang di pengadilan negeri untuk menjadi acuan kami menyiapkan materi untuk banding Kamis minggu depan," tutur Ari.

Menurutnya, putusan yang ditetapkan untuk Antasari hanya berdasarkan dua hal, yaitu keterangan Sigit yang menyebutkan Antasari menyerahkan amplop berisi foto ke Williardi Wizard dan Antasari Azhar menyetuji pemberian uang Rp500 juta kepada Williardi.

"Keterangan Sigit itu juga hanya berdasarkan dari BAP, bukan dari hasil persidangan," kata Ari.

Selain itu, menurut Ari hakim tidak pernah membahas mengenai pembunuhan, tetapi hanya menyebutkan pengamanan teror.

"Nah, menurut hakim mengamankan teror itu pembunuhan, jadi hanya berdasarkan keyakinan," ujar Ari.

Dalam pengajuan banding nanti, Ari akan menjelaskan fakta persidangan yang tidak dimuat dalam pengadilan negeri. Ari menilai hakim pengadilan negeri tidak memutuskan kasus tersebut berdasarkan hukum.

Oleh sebab itu, Ari menuntut hakim pengadilan tinggi nanti memiliki keberanian untuk memutuskan berdasarkan fakta.
(T.M-RFG/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010