Sebanyak 34 tim mengikuti kelas Robokidz untuk kategori SD dan SMP yang terbagi dalam tiga kelompok, yakni kelas 3-4 SD, kelas 5-6 SD, dan SMP, sedangkan kelas line follower diikuti sebanyak 16 tim dari sekolah dan umum.
Kelas line follower memperlombakan robot yang mampu bergerak menggunakan bantuan sensor untuk mengikuti garis, sedangkan kelas Robokidz memperlombakan adu kekuatan robot, robot pemasuk bola ke keranjang, dan pembawa barang.
"Juara pertama dan kedua kelas line follower adalah SMK Assaidiyah Kudus, dan juara ketiga SMPN 2 Semarang. Keunikan kelas ini yakni kecepatan robot berjalan sesuai garis," kata ketua panitia "Elektrobo Vaganza", Bernardinus Harnadi.
Sedangkan juara pertama untuk Robokidz, kata dia, sampai saat ini belum diketahui, karena proses perlombaan dan penjurian masih berlangsung. "Kemungkinan, lomba selesai pukul 19.30 WIB," katanya.
Ia mengatakan, selain kelas Robokidz dan line follower, pihaknya juga menyelenggarakan perlombaan elektronika tepat guna yang diikuti sejumlah sekolah, di antaranya SMK Palapa, SMKN 7, dan SMKN 2 Salatiga.
"Juara pertama kelas elektronika tepat guna diraih SMKN 2 Salatiga, juara kedua SMKN 7 Semarang, dan juara tiga SMP IT Harapan Bunda Semarang," kata pengajar Fakultas Teknik Elektronika Unika Soegijapranata itu.
Menurut dia, pihaknya optimistis perkembangan dunia robot di Kota Semarang akan semakin pesat, namun hal itu harus didukung penyelenggaraan kegiatan semacam itu dengan intensitas cukup rutin.
Sementara itu, pemerhati robot Unika Soegijapranata, Hendyantho H menilai, perkembangan dunia robot di Semarang selama ini terkendala tidak adanya komunitas atau wadah untuk menampung para pecinta robot di kota tersebut.
"Selama ini, komunitas robot yang masih eksis hanya ada di beberapa daerah, seperti Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. Komunitas robot di Semarang masih terbatas lewat internet," kata peserta Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) 2008 itu.
Ditanya kendala finansial yang memengaruhi perkembangan komunitas robot, ia mengakuinya, sebab biaya untuk membuat robot memang tidak murah, sehingga tidak semua kalangan dapat mengakses dunia robot.
"Sebenarnya robot dibedakan dua, yakni robot untuk lomba dan untuk hobi. Kalau untuk lomba memang butuh banyak biaya karena harga komponennya mahal, namun hal itu bisa diakali jika sekedar hobi," katanya.
Menurut dia, proses merakit robot sangat membutuhkan keterampilan dan kreativitas, termasuk pemanfaatan komponen dari mesin bekas, seperti dari mesin printer atau alat elektronik lain yang lebih ekonomis.
"Kalau komponen-komponen untuk lomba cenderung mahal, misalnya ultrasonik yang di pasaran mencapai sekitar Rp400 ribu, namun bisa dirakit sendiri dengan biaya sekitar Rp50 ribu," katanya.
(ANT/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010