Jakarta (ANTARA) - Pengacara terpidana kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar), Oentarto Sindung Mawardi, Firman Wijaya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Mendagri Hari Sabarno sebagai tersangka dalam kasus itu.
"KPK adalah pelaksana keputusan hakim. Kami mendesak agar KPK menggunakan hak untuk mengeksekusi putusan pengadilan terhadap pertimbangan majelis hakim terkait Hari Sabarno karena dia berperan sebagai penanggungjawab terbitnya radiogram," kata Firman di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Firman berada di KPK untuk menyampaikan surat kepada pimpinan KPK mengenai keterlibatan Hari Sabarno dalam kasus yang telah menjerat pengusaha Hengky Samuel Daud dan mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi itu.
Oentarto diduga menandatangani surat berupa radiogram pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah di Indonesia.
Radiogram itu menjadi celah bagi PT Istana Sarana Raya dan PT Satal Nusantara milik Hengky Samuel Daud sebagai rekanan tunggal proyek tersebut.
KPK menduga telah terjadi penggelembungan harga yang mengakibatkan kerugian negara dalam proyek itu.
Kasus itu telah menjerat beberapa kepala daerah yang lain dan menurut Oentarto, juga melibatkan Hari Sabarno yang saat itu menjabat menteri dalam negeri.
Dia mengaku memperoleh izin dan perintah dari Hari Sabarno untuk menerbitkan radiogram tersebut.
Bahkan, putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk perkara Oentarto dan Hengky menyatakan, Hari Sabarno adalah pelaku bersama dalam kasus itu.
Hakim Made Hendra menjelaskan, Hari Sabarno telah memenuhi permintaan Hengky dengan memerintahkan Oentarto Sindung Mawardi selaku Dirjen Otonomi Daerah untuk menerbitkan radiogram.
Majelis hakim juga menyatakan Hari Sabarno sebagai pihak yang mengenalkan Hengky kepada sejumlah kepala daerah terkait proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran itu.
Dalam kasus itu, menurut majelis, Hari juga menikmati sejumlah keuntungan, antara lain berupa pembelian sejumlah perabot rumah. Majelis juga menyatakan, Hari telah mengembalikan uang sekira Rp400 juta kepada KPK.
Firman Wijaya menjelaskan, putusan pengadilan adalah hal yang wajib ditindaklanjuti oleh penegak hukum demi keadilan.
"Ini demi azas kesamaan di depan hukum," katanya.
Menurut Firman, KPK tidak bisa hanya mendalami putusan pengadilan. Sebagai penegak hukum, KPK harus mengeksekusi putusan pengadilan.
Dalam beberapa kesempatan, Hari Sabarno membantah terlibat dalam kasus itu dan mengaku tidak mengetahui proses penerbitan radiogram yang menjadi dasar pelaksanaan proyek tersebut.
KPK, menurut Juru Bicara Johan Budi, masih mendalami kasus itu. (*)
F008/M011
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010