Jakarta (ANTARA) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengantongi izin edar kit radiofarmaka etambutol untuk mendeteksi penyakit tuberkulosis (TB) di luar organ paru-paru.
"Saat ini juga sedang ditunggu-tunggu kit etambutol yang izin edarnya sudah keluar, mudah-mudahan ini yang dimanfaatkan untuk deteksi kanker TB yang masuk ke tulang juga sudah mulai dapat izin, mudah-mudahan dalam waktu dekat dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memerlukan," kata Pelaksana tugas Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir Batan Hendig Winarno dalam seminar virtual Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka dan Pemanfaatannya di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Batan: Nuklir sebagai solusi ketahanan energi yang ramah lingkungan
Dengan diperolehnya izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kit radiofarmaka itu bisa digunakan secara lebih luas untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu. Pengembangan kit itu merupakan bagian dari wujud nyata kontribusi teknologi nuklir bagi dunia kesehatan
Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi.
Radiofarmaka Tc-99m Etambutol adalah suatu kit diagnostik yang berbasis obat antituberkulosis etambutol yang ditandai dengan perunut radioaktif teknesium-99m.
Radiofarmaka itu akan memberikan hasil deteksi yang lebih sensitif dan akurat terkait tuberkulosis terutama pada organ-organ selain paru yang tidak mudah dideteksi dengan metode konvensional.
Dengan memanfaatkan reaktor nuklir untuk keperluan riset, Reaktor Serba Guna - G.A. Siwabessy di Serpong, PTRR dan beberapa badan usaha milik negara memproduksi radioisotop dan radiofarmaka.
Baca juga: Presiden ingin penanganan TBC dan COVID-19 dilakukan bersamaan
Baca juga: Kemenkes: Estimasi kasus TB di Indonesia capai 845.000
Hingga saat ini, Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Batan telah menghasilkan lima produk radiofarmaka yang sudah dikomersialkan oleh PT Kimia Farma.
Lima produk itu adalah kit radiofarmaka MDP, kit radiofarmaka MIBI, kit radiofarmaka DTPA, Radiofarmaka 153Sm-EDTMP, dan Radiofarmaka 131I-MIBG.
Produk-produk radiofarmaka itu berfungsi untuk diagnosis kanker yang metastasis ke tulang, diagnosis perfusi jantung, diagnosis fungsi ginjal, terapi paliatif kanker tulang, serta diagnosis dan terapi neuroblastoma.
Radiofarmaka 131I -MIBG (metaiodobenzylguanidine) merupakan radiofarmaka untuk diagnosis dan terapi kanker neuroblastoma.
Kit radiofarmaka MDP berfungsi untuk mendiagnosis penyebaran kanker di dalam tulang (bone scanning).
Kit radiofarmaka DTPA memiliki fungsi untuk mendiagnosis fungsi ginjal, sehingga dapat memberikan informasi lebih akurat tentang kondisi ginjal pasien.
DTPA dapat digunakan untuk pencitraan ginjal, untuk menilai perfusi ginjal dan untuk menentukan Glomerular Filtration Rate (GFR).
Baca juga: Kerugian ekonomi akibat tuberkulosis mencapai Rp136,7 miliar
Baca juga: Jumlah kasus TBC menurun jadi sekitar 800 ribu kasus
Radiofarmaka Senyawa Bertanda 153Sm-EDTMP digunakan untuk terapi paliatif pada penderita kanker yang sudah metastasis.
Radiofarmaka 153Sm-EDTMP dapat digunakan untuk terapi paliatif pada penderita kanker, termasuk kanker tulang akibat metastasis. Sediaan ini dapat menggantikan morfin untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh penderita kanker di tulang.
Radiofarmaka Senyawa Bertanda 131I-MIBG berfungsi untuk diagnosa dan terapi kanker neuroblastoma, sehingga dapat menentukan penanganan yang tepat bagi pasien. Radiofarmaka itu dapat digunakan untuk mendeteksi kanker neuroblastoma termasuk sebarannya.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020