Jakarta (ANTARA News) - Direktur Pengkajian dan Riset The Habibie Center, Dewi Fortuna Anwar menilai, masalah daya saing Indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN-China (ACFTA) dapat menjadi "shock theraphy" (terapi kejut) bagi pemerintah sehingga mempercepat reformasi birokrasi.
"ACFTA semacam `shock theraphy` bagaimana pembuatan kebijakan di Indonesia, jadi tidak bisa lagi berlaku manajemen sektoral. Dengan demikian bisa mempercepat akselerasi reformasi birokrasi," katanya usai diskusi Implikasi Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China terhadap Ekonomi Indonesia, di Jakarta, Rabu.
Dewi menegaskan, dengan banyaknya perjanjian perdagangan bebas yang akan dihadapi Indonesia, pemerintah tidak bisa lagi melakukan sosialisasi yang sekedar basa basi.
"Tuntutan masyarakat sekarang adalah tidak bisa lagi basa basi dalam hubungan antara negara dan masyarakatnya. Terutama soal FTA yang menyangkut hak hidup masyarakat yang bisa tergerus," ujarnya.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Subagyo mengatakan, pemerintah sedang berusaha memperkecil dampak dan sisi negatif penerapan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China.
"Ada tiga strategi yang sudah dan akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam konteks ACFTA ini, yaitu penguatan daya saing, pengamanan pasar domestik dan penguatan ekspor," ujarnya.
(E014/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010