Jakarta (ANTARA News) - Keinginan kuat Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara (Malut) menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK) membutuhkan kemauan politik (political will) yang juga kuat dari pemerintah, sehingga salah satu kawasan pulau terluar itu dapat menjadi garis depan pembangunan.

Harapan itu disampaikan Pejabat Bupati Morotai Sukemi Sahab serta Asisten Pembangunan dan Kesra Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Provinsi Malut H Hartoyo Kaliman saat pemaparan di depan tim nasional (Timnas) pengembangan KEK yang terdiri atas lintas kementerian, dipimpin Deputi Perencanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Luky Eko Wuryanto di Jakarta, kemarin.

Selain unsur Pemkab Morotai dan Pemprov Malut, delegasi dari Morotai itu disertai tim pendamping yakni Ketua "Malut Crisis Center" (MCC) Ir Muhammad Banapon, MSi, serta dibantu ahli dari Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) yakni Dr Ir Setia Hadi, MS dan Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi.

"Saat ini kami membutuhkan komitmen dukungan kuat agar Morotai dapat segera dijadikan KEK, sebagai wujud `political will` pemerintah pusat dan pemerataan pembangunan," kata Hartoyo Kaliman, yang mewakili Gubernur Malut Thaib Armaiyn.

Ditegaskannya bahwa dengan mengusung basis geostrategis untuk menjadi KEK, kata dia, Morotai sebagai kabupaten baru hasil pemekaran, yang secara geografis berada di kawasan pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan samudra Pasifik, mempunyai sejumlah keunggulan.

"Bahwa kemudian dari sejumlah persyaratan untuk menjadi KEK masih ada yang perlu dilengkapi, maka kami membutuhkan dukungan pemerintah pusat, termasuk BPKM untuk memberikan masukan," katanya.

Menurut dia, lembaga seperti BPKM lah yang mestinya bisa ikut "memasarkan" potensi sumberdaya alam di Morotai --baik sumberdaya kelautan maupun potensi wisata sejarah--sehingga para investor kemudian tergerak dan berkeinginan untuk menanamkan modal usaha di daerah itu.

Sementara itu, Pejabat Bupati Morotai Sukemi Sahab menyampaikan sejumlah potensi Morotai yang layak sebagai dasar daerah itu dapat segera ditetapkan menjadi KEK.

Visi yang disampaikan Sukemi Sahab adalah "KEK Morotai Berbasis Geostrategis: Memanfaatkan Potensi Kelautan (Tuna), Pariwisata, Alur Laut Kepulauan Indonesia (AKLI) dan Industri Maritim", yakni memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan potensi geostrategis negara di sekitar Pasifik, karena posisi Morotai yang berada di bibir Pasifik.

Dikemukakannya bahwa berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan Laut (1983) potensi sumberdaya ikan (standing stock) yang terdapat di perairan Kepulauan Morotai cukup besar, terdiri atas 160 jenis ikan yang bernilai ekonomis penting dan 31 jenis komersial, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 148.473,8 ton/tahun.

Sedangkan jumlah potensi lestari yang dapat dimanfaatkan (maximum suistainable yield/MSY) sebesar 81.660,6 ton/tahun dengan rincian untuk ikan pelagis sebesar 48.996,4 ton/tahun dan ikan demersal 32.664,2 ton/tahun.

Menurut dia, jumlah produksi ikan hasil perikanan di wilayah Kepulauan Morotai hingga tahun 2002 tercatat mencapai 5.023,9 ton dan meningkat pada tahun 2003 sebesar 5.207,5 ton, dengan jumlah armada penangkapan ikan tersebar.

Luasnya kawasan pesisir dan laut dengan kualitas perairan tenang, katanya, memungkinkan untuk pengembangan budidaya laut, terutama ikan kerapu, lobster, rumput laut dan mutiara.

Untuk potensi perikanan budidaya di wilayah ini terdiri atas jenis ikan seperti kerapu, kakap, baronang, moluska (kerang-kerangan), dan beberapa jenis rumput laut.

Ditegaskannya bahwa posisi geostrategis dan geografis Morotai sebagai pintu menuju Pasifik, yang menjadi sentra kegiatan perdagangan global membuat kawasan itu berpeluang besar menjadi sentra ekonomi baru di Indonesia bagian timur.

Selain itu, kata dia, juga memiliki potensi kelautan dan pulau-pulau kecil yang dapat dikembangkan sebagai kawasan pariwisata kelautan dan industri perikanan terpadu (fisheries integrated industry). (A035/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010