Yogyakarta (ANTARA News) - Ratusan pedagang Pasar Klithikan (barang bekas) Pakuncen Yogyakarta menolak disebut sebagai penadah barang-barang curian dan menegaskan hanya ingin memperoleh rezeki halal melalui berdagang.
"Kami sudah direlokasi sekitar dua tahun ke pasar ini, tetapi ada satu masalah yang selalu melekat pada kami, yaitu disebut sebagai pasar maling karena menjual barang-barang curian," kata Ketua Kompak (Komunitas Pedagang Pasar Klithikan Pekuncen) Faturahman dalam sarasehan `Pasar Klithikan Bukan Pasar Maling` di Yogyakarta, Selasa.
Menurut dia, julukan tersebut membuat pedagang menjadi resah, terutama karena pada akhir-akhir ini semakin sering aparat keamanan yang mendatangi pedagang untuk dimintai keterangan tentang barang yang disangka sebagai curian, bahkan tidak jarang pedagang harus digelandang ke kantor polisi dan menjadi tersangka.
"Kami membeli dari seseorang, dan apabila orang tersebut adalah pencuri, maka seharusnya kami dianggap sebagai korban penipuan, dan bukannya penadah. Kami hanya ingin berdagang dan mencari rezeki, bukan malah rugi karena barang tersebut akhirnya disita polisi," lanjutnya.
Hal senada juga dinyatakan Sekretaris Kompak Joko Kristiyanto yang menyatakan, dalam beberapa kasus, pedagang bahkan harus mengeluarkan sejumlah uang yang nilainya cukup besar untuk "berdamai" dengan aparat kepolisian agar tidak lagi dituduh sebagai penadah.
"Pedagang yang kerap terkena masalah adalah penjual HP (telepon genggam), serta barang-barang elektronik lainnya. Bahkan ada seorang pedagang HP yang terpaksa mengeluarkan uang Rp3 juta untuk berdamai dengan petugas kepolisian dari Poltabes Yogyakarta," katanya.
Ia juga menyatakan, ada seorang pedagang di Pasar Klithikan yang terpaksa tidak lagi berjualan di tempat tersebut karena merasa trauma dengan tindakan aparat kepolisian yang sewenang-wenang mengambil dagangannya dan menyangkanya sebagai penadah.
Beberapa langkah antisipasi yang telah dilakukan pedagang agar terhindar dari masalah-masalah tersebut, lanjut dia, adalah membuat surat pernyataan kepada masyarakat yang ingin menjual barangnya.
"Atau, kami akan meningkatkan penguatan internal dan tidak akan pernah mau diambil barangnya oleh aparat kepolisian, apabila aparat tidak dilengkapi dengan surat tugas atau surat penyitaan barang," katanya.
Jumlah seluruh pedagang di Pasar Klithikan adalah sekitar 700 orang, dan lebih dari 50 persen atau sekitar 400 orang berjualan barang elektronik, dengan 200-an diantaranya berjualan telepon genggam.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengelolaan Pasar (Dinlopas) Kota Yogyakarta M Fadli menyatakan, akan merumuskan bersama-sama dengan pedagang tentang langkah antisipasi agar tidak disangka sebagai penadah barang curian.
"Pembuatan surat keterangan itu bagus. Tetapi, langkah-langkah itu akan dikoordinasikan secara bersama-sama di sini. Kami di sini hanya memfasilitasi," katanya.
Sedangkan Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta Zuhrif Hudaya menyatakan, sebaiknya aparat kepolisian sebelum melakukan penyitaan barang, melakukan koordinasi dengan pengelola atau Dinlopas.
"Koordinasi dan pendekatan ini penting, karena yang mengetahui kondisi yang sebenarnya dari sebuah pasar adalah pengelola atau Dinlopas," katanya.
Ia menegaskan, pola-pola komunikasi yang baik harus tetap dimunculkan, karena polisi tentunya juga punya standar khusus untuk melakukan penyitaan, sehingga tidak sampai merugikan pedagang. "Tentunya harus tetap memegang asas praduga tidak bersalah," katanya.(E013/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010