Jakarta (ANTARA News) - Satu Rancangan Undang Undang antipornografi anak telah ditandangani menjadi UU oleh Presiden Jerman. Cuma, ada satu masalah, pemerintah telah memutuskan tidak membutuhkan UU itu lagi. Pemerintah kini bingung dan berharap oposisi membantu mencabut kembali UU itu.
Hukum Penghalangan Akses, nama UU yang membolehkan pemblokiran laman internet yang berisi konten pornografi anak itu, baru saja ditandatangani Presiden Horst Kohler, Rabu pekan lalu (17/2).
Koalisi yang sekarang memimpin, kelompok konservatif yang mengusung Kanselir Angela Merkel dan Partai Demokrat Bebas (FDP) yang probisnis, rupanya telah memutuskan bahwa mereka tidak lagi membutuhkan UU yang ditentang para pengguna internet di Jerman itu. Tidak saja memblokir, UU itu juga ingin menghapus isi layanan internet yang memuat pornografi anak.
Undang-undang itu sebenarnya diajukan rancangannya April 2009 silam oleh koalisi Uni Kristen Demokrat (CDU) dan kelompok tengah kiri Partai Sosial Demokrat (SPD). Namun kedua partai ini tidak lagi bersama setelah pemilihan umum September 2009.
Sekarang, Uni Kristen Demokrat dan FDP, dalam kesepakatan koalisinya, setuju bahwa pornografi anak di Internet harus dihapus, bukan diblokir. Alasan FDP, UU itu melanggar hak-hak sipil.
Beberapa anggota koalisi pemerintah berharap Kohler menunggu sejenak sebelum menandatangani UU itu, sampai mereka menyusun rancangan baru untuk mengantikannya. Akan tetapi Presiden yang dalam konstitusi Jerman berstatus independen, tidak menuruti kemauan pemerintah.
UU itu efektif setelah masuk dalam Lembaran Negara (Bundesgesetzblatt, Federal Law Gazette) tanggal 22 Februari ini.
Posisi Pelik
Pemerintah Jerman berada dalam situasi yang memalukan karena mempunyai UU yang malah tidak diinginkannya. Menteri Hukum Jerman Sabine Leutheusser-Schnarrenberger, Rabu lalu, telah mengatakan bahwa pemerintah berbulat tekad tidak akan menjalankan UU baru itu.
"Peraturan baru yang mengatur penghapusan konten dan bukan pemblokiran, akan segera diperkenalkan," demikian Sabine Leutheusser-Schnarrenberger.
Menteri Dalam Negeri juga mengatakan dalam satu pernyataannya bahwa pemerintah berencana memperkenalkan undang-undang baru yang menggunakan pendekatan baru.
Sampai rancangan itu disahkan posisi pemerintah adalah menghapus isi layanan bukan memblokir, demikian pernyataan Menteri Dalam Negeri.
Partai Sosial Demokrat, yang secara terbuka 'membelot' dalam isu ini, sedang bersiap membawa permasalahan itu ke Bundestag, Majelis Rendah dalam Parlemen Jerman pada 25 Februari dan menjungkirbalikan dasar hukum UU itu.
Partai oposisi lainnya, Partai Hijau dan Partai Kiri, juga ingin membatalkan UU itu.
Perubahan itu memojokan pemerintah yang justru membutuhkan dukungan partai oposisi untuk membawanya keluar dari situasi pelik ini.
Asosiasi Bitkom, yang mewakili industri teknologi informasi Jerman, mendesak pemerintah menjelaskan situasi itu dan segera membatalkan peraturan itu.
Juru Bicara pada Partai Lanun, yang menentang pengawasan Internet, menyatakan adalah "sulit dipercaya" jika Presiden Köhler menandantangani RUU itu menjadi UU.
Kontroversi
Hukum Penghalangan Akses benar-benar kontroversial di Jerman. Ada penolakan besar dari para aktifis internet yang melihatnya sebagai upaya sensor dari pemerintah dan menyerang hak berekspresi.
Para pengguna internet khawatir bahwa lama-laman lain akan juga diblokir dan pembatasan akses itu dengan mudah bisa dibobol peretas.
Keprihatinan juga ditujukan pada fakta bahwa Biro Investigasi Kepolisian Jerman (Bundeskriminalamt atau BKA) akan menjadi otoritas tertinggi di dunia Internet Jerman, melebihi kuasa pengadilan.
Para pejabat BKA akan memiliki wewenang menyusun daftar rahasia laman-laman Web dan ISP (Internet service provider) yang mesti diblok.
Permasalahan itu juga menyebabkan perdebatan politik. Mantan Menteri Urusan Keluarga Ursula von der Leyen, anggota CDU yang kini menjadi Menteri Tenaga Kerja Jerman, adalah otak di belakang peraturan antipornografi anak itu.
Para pengeritik menyebutnya 'Zensursula', gabungan kata 'sensor' dalam bahasa Jerman dengan nama si menteri.
Isu itu juga merugikan SPD, yang harus kehilangan suaranya pada Pemilu karena direbut Partai Lanun, yang pada Pemilu 2009 mengakampanyekan kebebasan Internet dan hak-hak sipil, serta secara mengesankan menangguk 2 persen dari total suara.
Sementara itu pemerintah Prancis juga sedang memperjuangkan peraturan yang sama. Majelis Rendah Perancis telah meloloskan UU bernama Lopsi 2, Selasa pekan lalu. (*)
Disadur oleh Liberty Jemadu dari Der Spiegel 20 Februari 2010
editor jafar sidik
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010