Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merumuskan Standar Nasional Indonesia (SNI) masker kain untuk menjaga kualitas dan melindungi masyarakat secara optimal dari penularan wabah COVID-19, mengingat masker kain kini menjadi alternatif di tengah keterbatasan masker medis.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa
Kemenperin melalui Komite Teknis SNI 59-01, Tekstil, dan Produk Tekstil mengalokasikan anggaran untuk menetapkan RSNI masker dari kain dengan melibatkan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti akademisi, peneliti, laboratorium uji, Satgas COVID-19 industri produsen masker kain dalam negeri.
Pada 16 September 2020, SNI yang disusun Kemenperin tersebut telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil - Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor No.408/KEP/BSN/9/2020.
“Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak,” ujar Menperin.
Baca juga: BSN tetapkan SNI masker dari kain
Melalui keterangan tertulis dijelaskan bahwa dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu Tipe A untuk penggunaan umum, Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel.
SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar ≤ 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe.
Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.
Baca juga: Seberapa sering harus cuci masker kain?
SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor.
“Dengan standar mutu dan pengujian yang jelas serta prosedur pemakaian, perawatan dan pencucian yang termuat dalam SNI masker dari kain ini, masyarakat dapat lebih terlindungi sekaligus membantu memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19,” jelas Menperin.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam menambahkan SNI ini masih bersifat sukarela.
Pada SNI tersebut dicantumkan jenis uji yang disyaratkan untuk mengukur mutu masker dari kain untuk penggunaan khusus, terdiri dari uji efisiensi filtrasi bakteri (ambang batas ≥ 60 persen untuk Tipe B), tekanan differensial (ambang batas ≤ 15 untuk Tipe B dan ≤ 21 untuk Tipe C), serta efisiensi filtrasi partikuat (ambang batas ≥ 60 persen untuk Tipe C).
Baca juga: Dokter sarankan perlu ada standarisasi bahan masker
SNI tersebut, lanjut dia, mempersyaratkan masker harus memiliki minimal dua lapis kain. Kombinasi bahan yang paling efektif digunakan adalah kain dari serat alam seperti katun, ditambah dua lapisan kain chiffon mengandung polyester-spandex yang mampu menyaring 80-99 persen partikel, tergantung pada ukuran partikelnya.
“Cara pemakaian, perawatan pencucian, melepaskan masker kain dan hal-hal lain yang diperlukan dalam penggunaan masker kain juga diinformasikan dalam SNI ini,” katanya Khayam
Ia menerangkan SNI 8914:2020 menyebutkan bahwa masker dari kain dapat digunakan dalam aktivitas di luar rumah, atau saat berada di ruangan tertutup seperti kantor, pabrik, tempat perbelanjaan, maupun transportasi umum.
Sementara itu Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi menyampaikan kesiapan balai riset di bawah BPPI dalam mendukung penerapan SNI tersebut.
Kemenperin memiliki Balai Besar Tekstil (BBT) yang mempunyai kompetensi dalam bidang pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan industri tekstil.
“Saat ini, BBT dalam tahap mengajukan diri sebagai salah satu Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) untuk SNI Masker Kain kepada BSN,” kata Doddy.
Ia mengharapkan, LSPro TEXPA-BBT dapat segera melayani produsen masker dalam negeri yang secara sukarela ingin mendapatkan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) sebagai bukti pemenuhan persyaratan mutu SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari Kain.
Tarif sertifikasi dan pengujian sepenuhnya mengacu kepada PP Nomor 47 tahun 2011 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kemenperin.
"Kami optimis para produsen masker dapat memproduksi masker dari kain yang memenuhi persyaratan mutu SNI sehingga produknya semakin dipercaya oleh konsumen.” ujarnya.
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020