Washington (ANTARA News/AFP) - Amerika Serikat hari Senin memuji kesepakatan gencatan senjata antara pemerintah Sudan dan pemberontak Darfur di wilayah barat sebagai "langkah berarti" menuju negosiasi resmi dan langkah pertama penting untuk meredakan kekerasan.

Kelompok bersenjata Darfur, Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menyatakan, Sabtu (20/2), mereka telah menandatangani rancangan perjanjian dengan pemerintah Sudan di Chad yang menetapkan gencatan senjata.

Pemerintah AS menyambut baik perjanjian itu "sebagai langkah berarti ke arah negosiasi resmi dalam proses perdamaian Darfur yang dipimpin Uni Afrika (AU) dan PBB," kata jurubicara Kementerian Luar Negeri AS Philip Crowley.

"Gencatan senjata yang disepakati antara pemerintah Sudan dan JEM merupakan langkah penting pertama untuk mengurangi kekerasan di Darfur," kata Crowley dalam sebuah pernyataan.

Kepresidenan Chad mengatakan dalam sebuah pernyataan terpisah, kesepakatan itu dicapai setelah perundingan yang disponsori oleh Presiden Idriss Deby Itno dan mengarah pada "gencatan senjata segera dan dimulainya negosiasi untuk diterapkan di lapangan".

Langkah itu akan menuju pada sebuah "perjanjian final yang akan ditandatangani sebelum 15 Maret" menjelang pemilihan presiden dan parlemen di Sudan pada April, menurut pernyataan Chad itu.

Pemberontak Darfur mengadakan dua babak perundingan dengan para pejabat pemerintah Khartoum di Qatar pada Februari dan Mei 2009.

Pada Februari tahun lalu, JEM menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan pemerintah Khartoum mengenai langkah-langkah pembangunan kepercayaan yang bertujuan mencapai perjanjian perdamaian resmi.

Pada Mei, JEM sepakat memulai lagi perundingan dengan Khartoum yang dihentikannya setelah pengadilan internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Sudan Omar Hassan al-Beshir karena kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat.

Perundingan antara pemerintah Khartoum dan pemberontak Darfur untuk mengatasi konflik itu telah ditunda beberapa kali pada tahun lalu.

Perundingan yang dituanrumahahi Qatar itu sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober namun Bassole mengatakan pada saat itu bahwa pertemuan tersebut ditunda sampai 16 November karena waktunya bertepatan dengan pertemuan puncak Uni Afrika. Jadwal terakhir itu pun ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.

Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada 4 Maret memerintahkan penangkapan terhadap Beshir.

Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Beshir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang.

Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu, namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.

Sejumlah pejabat PBB yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur.

Para ahli internasional mengatakan, pertempuran enam tahun di Darfur telah menewaskan 200.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur, pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010