Serang (ANTARA News) - Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang sering terjadi saat ini lebih banyak disebabkan karena kebutuhan hidup atau motif ekonomi dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan Emmy Rachmawati di Serang, Senin mengatakan, motif ekonomi dan kebutuhan hidup menjadi hal yang paling menonjol sebagai penyebab banyaknya terjadi kekerasan dalam rumah tangga, baik terhadap perempuan, anak, maupun istri terhadap suami.
Selain itu, faktor ketidak-harmonisan dalam rumah tangga yang bukan hanya disebabkan perselingkuhan, tetapi bisa ketidakcocokan atau kesalahfahaman.
"Trend saat ini kasus KDRT bukan meningkat, tetapi masyarakat semakin terbuka untuk melaporkan kasusnya yang semula dianggap suatu aib rumah tangga," kata Emmy usai menghadiri pelantikan pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten di Serang.
Ia mengatakan, saat ini masyarakat khususnya perempuan semakin terbuka untuk melaporkan berbagai kasus yang dialaminya dalam rumah tangga, baik berupa kekerasan fisik, psikis maupun kekerasan lain yang dialami perempuan maupun anak. Dengan semakin banyaknya orang yang melapor, ada anggapan bahwa kasus KDRT meningkat.
"Saat ini perempuan semakin berani melaporkan kasusnya, karena itu dianggap melanggar hak azasi manusia yang merugikan kaum perempuan," kata Emmy tanpa menyebutkan jumlah kasus KDRT yang terjadi di Indonesia saat ini.
Sementara itu, Ketua P2TP2A Provinsi Banten Ade Rossi Haerunisa mengatakan, saat ini ada kecenderungan kasus KDRT di Banten semakin meningkat, hal tersebut sesuai dengan angka kasus KDRT yang ditangani P2TP2A Provinsi Banten dari Tahun 2008 hingga 2010 sebanyak 59 kasus.
Ia mengatakan, dari 59 kasus yang ditangani P2TP2A Provinsi Banten, terdiri dari 33 kasus KDRT, 11 kasus perdagangan manusia (trafficking) dan 15 kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
"Sebagian besar kasus tersebut bisa diselesaikan oleh P2TP2A Banten. Untuk itu, diperlukan adanya kerja keras dan penguatan SDM pengurus, seiring dengan meningkatnya kasus tersebut," kata Ade.
Dalam kesempatan tersebut, P2TP2A Provinsi Banten juga meluncurkan program Telepon Sahabat Anak (Tesa) 129, sebagai salah satu media komunikasi dan konsultasi anak untuk menyampaikan berbagai keluhan yang terkait dengan perlindungan anak dan mengatasi permasalahan kekerasan dalam rumah tangga.
Dengan Tesa tersebut, anak dibawah umur 18 tahun bisa menyampaikan konsultasi yang terkait dengan permasalahan kekerasan dalam rumah tangga atau pengaduan terhadap orang tuanya melalui telepon bebas pulsa ke nomor 129.(M045/A038)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010