“Pertama kali Korea membuat perjanjian bidang kehutanan adalah dengan Indonesia pada tahun 1987, kemudian pertemuan bilateral bidang kehutanan pertama tahun 1979. Bahkan satu-satunya atase kehutanan Korea ditempatkan di Jakarta, dan saya menjadi atase tersebut tahun 2004-2007, sehingga mempunyai ikatan batin dengan Indonesia,” ujar Chong-Ho pada pertemuan 24th Indonesia-Korea Forest Cooperative Committee (IKFCC) yang diselenggarakan secara virtual, Jumat.
Pada kesempatan ini, kedua pihak menandatangani Kerangka Kerja Sama Program Prioritas Kehutanan, revitalisasi Korea-Indonesia Forest Center, dan panandatanganan perjanjian proyek rehabitalisasi lahan gambut bekas terbakar.
Keberhasilan penyelesaian perundingan perjanjian kerjasama Indonesia-Korea dalam beberapa proyek menjadi salah satu dasar keyakinan atas keberlanjutan kerjasama ini. Beberapa keberhasilan proyek sebelumnya antara lain adalah pembangunan Pusat Rekreasi Tunak di Lombok, pabrik biomassa kayu di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dan proyek REDD+ di Tasik Besar Serkap, Riau.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan apresiasinya atas dukungan pemerintah Korsel bagi Indonesia. "Akan sangat bagus proyek tersebut dapat terus memenuhi tujuan yang dimaksudkan, sehingga masyarakat setempat dapat memperoleh manfaat," ujarnya.
Lebih lanjut, Menteri Siti berujar jika dirinya senang melihat revitalisasi Korea-Indonesia Forest Center (KIFC) sebuah lembaga yang telah memfasilitasi hubungan dan kerjasama kedua negara di bidang kehutanan, termasuk proyek-proyek yang sudah ada, seperti Pembibitan sumber benih di Rumpin, Biomassa kayu di Semarang dan di Kalimantan Selatan, dan Ekowisata di Lombok dan di Hambalang Jawa Barat.
"Saya berharap bisa mengembangkan lebih banyak kerja sama, misalnya peningkatan kapasitas yang melibatkan perguruan tinggi di Indonesia dan Korea dan meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang peran penting hutan bagi generasi milenial," tukas Menteri Siti.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020